DATU ABULUNG
(SINAR SEBELUM CAHAYA)
(FAISAL
REFKI – 12/07/2018)
SINOPSIS :
TIADA YANG MAUJUD HANYA
DIA, TIADA MAUJUD LAIN-NYA, TIADA AKU MELAINKAN DIA, DIA ADALAH AKU, AKU ADALAH
DIA.
TOKOH :
SYECH
ABDUL HAMID (DATU ABULUNG)
SYECH
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (DATU KALAMPAYAN)
SULTAN
TAHMIDULLAH 2
RATU
ANOM ISMAIL (MANGKUBUMI)
MUHAMMAD
AS’AD (MUFTI)
ABU
SU’UD (QADHI)
PENGAWAL
SETTING :
ISTANA
KESULTANAN BANJAR PADA MASANYA
FADE IN
DIVISUALKAN ADEGAN ANTARA
SYECH ABDUL HAMID DAN NABI KHAIDIR BERTEMU, ADEGAN INI TENTANG NABI KHAIDIR
YANG MENYURUH SYECH ABDUL HAMID MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN MELUDAHI MULUTNYA.
DIAKHIR ADEGAN SYECH ABDUL HAMID MENGUCAPKAN SEBUAH PERKATAAN.
Abdul Hamid : Subhaanallah Jalla Jalaa-Luh.
BLACKOUT
FADE IN
DIDALAM ISTANA KESULTANAN
BANJAR, SULTAN TAHMIDULLAH 2 TERLIHAT SEDANG MEMIKIRKAN SESUATU, SETELAH SYAIR,
MANGKUBUMI MASUK MEMPERHATIKAN LALU MEMULAI PEMBICARAAN.
SYAIR :
Paduka sultan dipalataran
Duduk maungut mandam
saurangan
Parihal tahta jadi pikiran
Siang wan malam jadi impian
Sultan pun jua diam bermenung
Lara wan duka pikiran bingung
Pikirkan tahta lagi dirundung
Apalah daya rasa tasandung
Mangkubumi :
ayahanda paduka Sultan.
Sultan : Ananda Mangkubumi, Ratu Anom
Ismail
Mangkubumi : rupanya kabar itu membuat pikiranmu
menjadi kacau wahai ayahanda paduka Sultan?
Sultan : bagaimana tidak wahai Ananda, Pangeran
Amir melakukan serangan untuk melakukan pembalasan atas ayah dan
saudara-saudaranya.
Mangkubumi : apa saya tidak salah dengar wahai ayahanda
paduka Sultan, engkau seorang Sultan Tahmidullah 2 gentar kepada Pangeran Amir?
Sultan : (merasa dilecehkan) diam kau ananda Mangkubumi,
bagaimana tidak, dia meminta bantuan kepada pamannya Arung Tarawe yang ada di Paser
serta pasukan Bugis. Mereka telah menyerang benteng Tabanio dan menyekap
masyarakat disana, bahkan mereka juga memusnahkan kebun lada yang menjadi
potensial kesultanan Banjar, ini tentu akan menyebabkan kerugian yang besar bagi
kesultanan Banjar.
Mangkubumi : (licik)
sepertinya kita harus mengatur siasat.
Sultan :
siasat apa yang kamu maksud ananda Mangkubumi?
Mangkubumi : kalau ayahanda menyetujui, kita harus
meminta bantuan kepada pihak Belanda dalam hal untuk mempertahankan kekuasaan.
Sultan :
apakah itu tidak beresiko?
Mangkubumi :
hal itu tidak akan beresiko kalau kita atur siasat ini dengan matang, sehingga
akan membuat kita diuntungkan.
Sultan :
kalau memang seperti itu perlu kita pikirkan dengan matang. (mengalihkan topik
pembicaraan) Tapi mengenai Pengeran Amir tadi ada sedikit terlintas dipikiranku
beberapa harapan yang membuatku lega.
Mangkubumi : maksud ayahanda?
Sultan : yaa, dengan adanya kejadian ini akan
membuat masyarakat tidak bersimpatik kepada Pangeran Amir, sehingga Pangeran Amir
tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat Banjar.
Mangkubumi :
benar juga apa yang ayahanda paduka Sultan pikirkan itu, saya pun berharap demikian.
Rezim lama memang membuat muak dan memang pantas untuk disingkirkan. Oh ya
ayahanda paduka sultan, selain Pangeran Amir yang masih menjadi sisa rezim
lama, masih ada satu orang lagi yang harus kita waspadai pergerakannya.
Sultan : siapa itu ananda Mangkubumi?
Mangkubumi : Syech
Abdul Hamid !, seperti yang kita ketahu bahwa beliau bersama Syech Muhammad Arsyad
diberangkatkan ke Mekkah ketika pemerintahan Sultan Tahlillullah.
Sultan : mengenai Syech Abdul Hamid dari
Abulung itu sepertinya aku tidak terlalu memperhitungkannya, apa yang bisa dilakukannya
sebagai tokoh agama?, aku yakin dia tidak akan bisa melakukan perlawanan seperti
yang dilakukan Pengeran Amir, mengerti apa dia tentang politik.
Mangkubumi : tapi
bagaimanapun kita harus tetap mengawasi pergerakannya kelak ketika kembali
ketanah Banjar.
PENGAWAL MASUK
Pengawal :
izin masuk paduka Sultan
Sultan :
silahkan masuk pengawal, ada apa?
Pengawal :
daulat paduka Sultan, saya baru saja mendapat laporan dari masyarakat bahwa
saat ini keadaan sedang kacau dikarenakan ajaran Syech Abdul Hamid yang banyak
menyesatkan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya,
beliau juga menfatwakan “tiada yang maujud hanya Dia, tiada maujud lain-Nya,
tiada aku melainkan Dia, Dia adalah aku, aku adalah Dia”, dan beliau mengatakan
bahwa syariat yang diyakini masyarakat saat ini hanyalah kulit belum sampai
kepada isi.
Sultan :
ajaran Syech Abdul Hamid? Maksudmu apakah beliau sudah kembali ketanah Banjar.
Pengawal :
benar sekali paduka Sultan.
Sultan :
(geram) kurang ajar !! pengawal, silahkan kembali ke penjagaan.
Pengawal : daulat paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
Mangkubumi : baru saja kita bicarakan ayahanda
paduka Sultan, sudah kejadian, ingatlah ayahanda paduka Sultan Tahmidullah, Syech
Abdul Hamid itu merupakan orang rezim lama, apa ayahanda tidak memperhitungkannya?.
Lihatlah apa yang beliau lakukan sekarang, kembalinya beliau ke tanah Banjar saja
tanpa memberi kabar kepadamu, bahkan beliau sampai mengajarkan ilmu agama kepada
masyarakat, sadarkah ayahanda kalau beliau tidak menghargaimu sebagai sultan?
Sultan :
ananda Mangkubumi !! ucapanmu itu sama sekali tidak membantuku. ini sudah
keterlaluan, beliau sudah membuat beberapa kesalahan, yang pertama beliau
kembali ketanah Banjar tanpa melapor kepadaku dan yang kedua kalau terbukti
kebenarannya beliau menyebarkan ajaran yang menyesatkan masyarakat sudah
sepatutnya beliau mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Ananda Mangkubumi,
kali ini aku minta pendapatmu, apa yang harus kita lakukan.
Mangkubumi : maaf sebelumnya ayahanda paduka
Sultan, apakah ayahanda tidak dapat memikirkan bahwasanya ini semua ada
hubungannya dengan politik Pangeran Amir?
Sultan : bagaimana bisa ini ada
hubungannya dengan politik Pangeran Amir? Sudah jelas apa yang disampaikan oleh
pengawal bahwa ini hanyalah masalah ajaran agama.
Mangkubumi : coba ayahanda pikirkan sekali lagi, kedatangan
beliau ke tanah Banjar tanpa melapor kepada ayahanda, beliau melakukan itu
secara diam-diam, yaa, diam-diam menyebarkan ajaran kemudian mempengaruhi
masyarakat untuk tidak tunduk lagi kepadamu, apakah itu tidak akan mengancam
kekuasaanmu?.
Sultan : kalau memang ini ada hubungannya
dengan Pangeran Amir, lantas siasat apa yang harus kita lakukan?
Mangkubumi : mendengar apa yang diresahkan oleh
rakyat saat ini adalah tentang ajaran Syech Abdul Hamid tapi bukan tentang
politik, maka kita hanya perlu sedikit berdalih bahwasanya alasan dihukumnya
Syech Abdul Hamid murni karena masalah ajaran yang meresahkan, bukan karena
unsur politik. Karena kalau alasan dihukumnya Syech Abdul Hamid disebabkan
alasan politik takutnya akan menimbulkan dampak yang tak terduga.
Sultan : agama dan politik, yaa, agama memang
mudah dikuasai daripada politik, aku sepakat dengan siasat yang kamu sampaikan.
Selanjutnya apa yang harus kita lakukan untuk siasat ini?
Mangkubumi : karena ini menyangkut masalah agama,
maka harus diselasaikan dengan hukum agama juga.
Sultan :
bagaimana maksudnya?
Mangkubumi : sepertinya kita perlu memanggil Tuan
Guru Besar kita Syech Muhammad Arsyad kembali ketanah Banjar untuk memberikan
fatwa tentang kejadian ini, biar bagaimanapun beliau adalah orang yang tepat
dalam hal ini.
Sultan :
Syech Muhammad Arsyad, baiklah kalau begitu, setelah kurang lebih 30 tahun
beliau menuntut ilmu ketanah Mekkah sudah saatnya beliau untuk kembali. Aku pun
sudah sangat merindukan beliau yang sudah mendidikku masalah agama. Ananda Mangkubumi,
engkau aku perintahkan untuk mengirim surat untuk pemanggilan Syech Muhammad Arsyad
ketanah Banjar.
Mangkubumi :
laksanakan paduka sultan.
FADE OUT
FADE IN
KEDATANGAN SYECH MUHAMMAD ARSYAD
KE TANAH BANJAR DISAMBUT LANTUNAN SHOLAWAT
Sultan : ‘kambang kada sakaki, kumbang kada saikung, langit kada batawing’
Alhamdulillah, selamat datang kembali Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari di tanah
Banjar, bagaimana kabar tuan Syech?
Arsyad : Alhamdulillah, kabar baik paduka Sultan,
bagaimana dengan Sultan?
Sultan : Alhamdulillah saya pun demikian. Syech
Muhammad Arsyad, Syech harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi ditanah Banjar
selama Syech menuntut ilmu di tanah suci.
(Paduka
Sultan Mempersilahkan Syech Muhammad Arsyad Untuk Duduk)
Arsyad :
apakah gerangan yang terjadi ditanah Banjar wahai paduka Sultan? Sampai-sampai
tuan memanggil saya untuk pulang ke tanah Banjar?
Sultan : ini mengenai Syech Abdul Hamid.
Arsyad : ada apa dengan Syech Abdul Hamid?
Mangkubumi : mohon ampun, saat ini kesultanan
sedang dalam masalah, ini dikarenakan semakin banyak masyarakat yang mengikuti
ajaran tasawuf yang Syech Abdul Hamid ajarkan, masyarakat awam banyak yang
menjadi bingung bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya, bahkan konsep
ajaran yang beliau ajarkan adalah “tiada
maujud melainkan hanya Dia, tiada wujud yang lain-Nya, tiada aku melainkan Diadan
aku adalah Dia”. Hal itu sangat berbahaya bagi akidah masyarakat awam, apa
yang akan terjadi jika ajaran Syech Abdul Hamid tersebut tetap diteruskan? Oleh
karena itulah kami dengan berat hati terpaksa menghukum mati Syech Abdul Hamid,
dan oleh karena itulah tuan Syech Muhammad Arsyad kami panggil untuk memberikan
pendapat tentang hal itu.
Arsyad : menghukum mati? Apakah harus
hukuman seberat itu yang diberikan kepada Syech Abdul Hamid?
Sultan : mau bagaimana lagi, ini
mengenai akidah keagamaan masyarakat, kalau tidak disingkirkan akan sangat
berbahaya.
Arsyad : (curiga) apakah tidak ada
kepentingan-kepentingan lain dibalik alasan diberikannya hukuman mati kepada
Syech Abdul Hamid?
Sultan : apa maksud tuan Syech? sungguh
tidak ada kepentingan lain, sesungguhnya seorang pemimpin haruslah berkata
benar.
Arsyad : kalau memang begitu kebenarannya, sudah
seharusnya itu menjadi kewajiban seorang Sultan untuk menjaga akidah rakyat
yang dipimpinnya hingga segi kemaslahatan orang banyak. Namun saya sangat
menyayangkan keputusan dihukum matinya Syech Abdul Hamid, Kalau memang saya diminta
suatu pendapat, saya hanya bisa memberikan
sebuah saran untuk Sultan, itupun kalau Sultan menerimanya.
Sultan : apakah saran itu wahai tuan Syech?
Arsyad : saya menyarankan Sultan untuk
membentuk suatu lembaga hukum tentang persoalan-persoalan tadi.
Sultan : kalau memang itu mampu menjadi
pemecah dari persoalan tadi, maka saya sebagai Sultan menyerahkan wewenang sepenuhnya
kepada Syech untuk pembentukan lembaga hukum tersebut.
Arsyad : baiklah, lembaga hukum itu diberi
nama Mahkamah Syar’iyyah, yang mana dipegang
oleh dua orang pejabat yaitu Mufti dan Qadhi, Mufti berfungsi sebagai hakim
tertinggi, penasehat keagaaman dan pengawas pengadilan kesultanan Banjar secara
keseluruhan, sedangkan Qadhi berfungsi sebagai pelaksana hukum dan pengawas
jalannya peradilan agar hukum berlaku dengan adil.
Sultan :
adakah syarat untuk menjadi Mufti dan Qadhi tersebut?
Arsyad : adapun syarat yang harus
dimiliki oleh Mufti dan Qadhi, antara lain mereka harus memiliki sifat akhlakul
karimah, sabar, tidak pemarah, bijaksana, selalu memikirkan kepentingan kaum
muslimin, mengetahui cara mengambil hukum, jujur, dan yang pasti harus
mengetahui hukum yaitu Al-Quran dan Hadist.
Sultan : kalau memang itu syaratnya
maka tiada yang lebih tepat lagi yang akan menjabat sebagai Mufti dan Qadhi,
yaitu, Muhammad As’ad dan Abu Su’ud, cucu dan anak Syech. Saya sangat yakin
dengan mereka berdua.
Arsyad : pilihan ada ditangan paduka
Sultan, semoga sesuai dengan harapan Sultan.
Sultan : Muhammad As’ad dan Abu Su’ud,
kemampuan mereka tidak dapat diragukan lagi dibidangnya, semoga dengan adanya
lembaga Mahkamah Syar’iyyah ini akan menjadi jawaban atas persoalan-persoalan
saat ini.
FADE OUT
FADE IN
Sultan :
Muhammad As’ad sebagai Mufti kesultanan dan Abu Su’ud sebagai Qadhi kesultanan,
saya mengucapkan selamat atas terpilihnya kalian berdua sebagai pejabat lembaga
Mahkamah Syar’iyyah.
Mufti : saya merasa sangat terhormat ditunjuk
sebaga Mufti kesultanan, dan itu tidak terlepas dari peran kakek saya Syech
Muhammad Arsyad yang sudah mendidik saya, dan tidak kalah membanggakan saya bisa
bersanding dengan paman Abu Su’ud sebagai Qadhi kesultanan, semoga saya bisa
membayar kepercayaan Sultan.
Sultan :
baiklah, langsung saja ke inti permasalahan, mengenai Syech Abdul Hamid,
beberapa waktu lalu saya mendapatkan laporan bahwa Syech Abdul Hamid meresahkan
masyarakat karena ajaran beliau yang banyak membuat masyarakat awam bingung,
bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya, dan yang lebih parahnya beliau
pernah menfatwakan “tiada yang maujud hanya Dia, tiada maujud lain-Nya, tiada
aku melainkan Dia, Dia adalah aku, aku adalah Dia”, bahkan beliau juga
mengatakan bahwa syariat yang diajarkan selama ini adalah kulit belum sampai
pada isi atau hakikat. Tentu saya sangat khawatir kalau hal ini terus dibiarkan
berlarut-larut akan menyebabkan goyahnya akidah keagamaan yang selama ini
masyarakat yakini bahkan bisa menyesatkan. Bagaimana menurut kalian berdua?
(Mufti dan Qadhi
berdiskusi)
Qadhi :
(kepada Sultan) kalau memang itu adalah sebuah kesaksian dari masyarakat, kami berpandangan
bahwa ajaran yang disampaikan oleh Syech Abdul Hamid dapat menyesatkan keyakinan
dan akidah serta dapat membawa kesyirikan dan merusak kehidupan keagamaan
masyarakat awam.
Mufti : dan kalau boleh saya menambahkan,
seperti apa yang terdapat dalam kitab Al-Ahkam
Al-Sulthaniyyah karangan Imam Abu al-Hasan
Ali al-Mawardi, sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk
menyelamatkan akidah rakyat yang dipimpinnya. Oleh karena itu kami menyarankan
kepada Sultan apabila ingin menjatuhkan hukuman, berilah keputusan dan hukuman
yang seadil-adilnya demi kemaslahatan masyarakat banyak.
Qadhi : namun sebelum itu sebaiknya Sultan
memanggil Syech Abdul Hamid terlebih dahulu untuk dimintai pernyataan mengenai
hal tersebut, biar bagaimanapun juga kita harus tetap menghargai beliau.
Sultan : baiklah kalau begitu, terimakasih
atas masukan yang telah diberikan, semoga ini akan menjadi keputusan yang terbaik.
(Memanggil pengawal)
Sultan :
pengawal !!
Pengawal :
daulat paduka Sultan
Sultan : engkau aku utus untuk memanggil Syech
Abdul Hamid untuk menghadap kepadaku sekarang juga.
Pengawal :
laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan :Macam-macam
saja peristiwa yang terjadi di kesultanan saat ini, mungkin ini adalah
pertamakalinya yang dialami oleh kerajaan Banjar. Sultan-sultan terdahulu pasti
tidak pernah mengalami hal seperti ini, semoga saja ini adalah yang terakhir
dalam sejarah.
Mangkubumi : ini akan menjadi peristiwa besar dalam
sejarah kesultanan Banjar, dan tentu akan menjadi sejarah kelam keagaamaan.
SYAIR :
Syech Abdul Hamid dipanggil
istana
Gasan menghadap perihat
fatwa
Paduka sultan mengharap
nyata
Badan wan raga bertatap
mata
PENGAWAL MASUK
Pengawal :
daulat paduka Sultan.
Sultan : bagaimana pengawal? Apakah Syech Abdul
Hamid akan kesini?
Pengawal : mohon maaf paduka sultan, ketika saya
sampai kerumah Syech Abdul Hamid dan menyampaikan apa yang paduka Sultan perintahkan,
beliau menjawab bahwa Syech Abdul Hamid tidak ada dirumah, yang ada hanya “tuhan”.
Mangkubumi :
apakah perkataanmu itu dapat dipercaya?
Pengawal :
demi Allah saya berani bersaksi Mangkubumi.
Sultan : apa-apaan ini, apakah beliau
mempermainkanku, (kepada Mufti dan Qadhi) bagaimana menurut kalian berdua?
Mufti :
begitulah ketinggian ilmu dari Syech Abdul Hamid, terkadang apa yang beliau
sampaikan kurang bisa dipahami orang
awam sepert kita. Mungkin beliau saat ini sedang berada dalam masa tafakkur,
saat masa itulah semua arah keduniaan sama sekali menjadi lupa. Coba Sultan
suruh pengawal untuk memanggil “tuhan”itu kemari.
Sultan :
(kepada pengawal) kalau begitu sekali lagi aku perintahkan kepadamu untuk
memanggil “tuhan” itu menghadap menemuiku sekarang juga.
Pengawal :
laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan :lelocoan
macam apa lagi ini? Baru pertama kali saya menemui seseorang tokoh agama yang
mengaku “tuhan”, kalau sudah seperti ini saya berani mengatakan bahwa beliau
adalah sesat.
Qadhi : seperti apa yang
dikatakan oleh Muhammad As’ad tadi, terkadang apa yang dikatakan orang seperti
beliau sangat sulit dipahami oleh orang awam seperti kita, mungkin beliau
mempunyai alasan dan maksud tertentu sampai-sampai beliau menyebut dirinya
“tuhan”.
SYAIR :
Bingunglah sultan tentang
ucapnya
Tuhan yang jadi
persamaannya
Masa tafakur mungkin dikira
Arah dunia jadilah lupa
Sesat terlintas piker dan hati
Paduka sultan yang punya diri
Murkalah dia dengan sang wali
Wibawa pun tak hirau peduli
PENGAWAL MASUK
Pengawal :
izin masuk paduka Sultan
Sultan : silahkan pengawal, bagaimana?
Pengawal :
mohon maaf paduka Sultan, kali ini hasilnya juga sama, ketika saya menyampaikan
bahwa “tuhan” dipanggil untuk menghadap Sultan jawaban beliau adalah “tuhan tidak
ada yang ada hanya Abdul Hamid”.
Sultan :(kepada
Mufti dan Qadhi) bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?
Qadhi : kali ini coba panggil keduanya, baik
itu Syech Abdul Hamid maupun“tuhan”.
Sultan : pengawal, kali ini engkau aku perintahkan
untuk memanggil keduanya, baik itu Syech Abdul Hamid maupun “tuhan” untuk
menghadap kepadaku sekarang juga.
Pengawal :
laksanakan paduka sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan :
tak habis pikir aku dibuatnya, apa yang sebenarnya diinginkannya? Apakah beliau
ingin mempermainkanku? Kalau sampai kali ini tidak behasil memanggilnya maka
akan ku lakukan dengan paksaan, baik itu Abdul Hamid maupun Tuhan itu sendiri,
hal ini sungguh membuatku murka.
Mufti : bersabarlah sedikit paduka
Sultan, kemarahanmu membuat hancur kewibawaanmu.
Sultan : peduli apa aku dengan
kewibawaan, kalian tidak akan tau bagaimana rasanya dipermainkan seperti ini,
aku ini seorang sultan, pemegang kekuasaan di kesultanan Banjar !!.
Qadhi : tenangkan dirimu
paduka sultan, apabila Syech Abdul Hamid tiba nanti tolong sembunyikan
amarahmu, bagaimanapun juga beliau lebih tua daripada kita, hargailah beliau.
Sultan : (Manahan emosi) maafkan atas
amarahku, baiklah, saya akan bersikap tenang dihadapan beliau nanti.
Pengawal :
(dari kejauhan) Syech Abdul Hamid menghadap ke kesultanan !!
SYECH ABDUL HAMID MASUK
KEDATANGAN SYECH ABDUL
HAMID DIIRINGI GEMURUH DZIKIR.
Abdul Hamid : Assalamuallaikum warahmatullah
wabarakatuh
All : waallaikumussalam warahmatullah
wabarakatuh
Mangkubumi : Syech Abdul Hamid, akhirnya tuan Syech
datang juga. Kenapa tuan Syech ketika dipanggil pengawal pertama kali tuan Syech
tidak menghiraukan?
Abdul Hamid : aku bukan hamba dia. Sebetulnya aku
dan dia sama saja, di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat atau
lambat juga akan menjadi busuk dan tercampur tanah, oleh karena itu aku tidak
akan sudi diperintah oleh sesama makhluk.
Sultan : kalau saya sendiri yang memanggil
tuan Syech?
Abdul ahmid : sekalipun Sultan yang memanggilku,
aku tidak sudi menghadap, karena aku hidup dari diriku sendiri, aku tidak
menerima hidup dari Sultan.
Mangkubumi : lantas apa yang membuat tuan Syech mau
menghadap kesini?
Abdul Hamid : aku berada disini karena aku sendiri,
langit dan bumi milikku, bahkan matahari dan rembulan itu milikku sendiri, lalu
ada seseorang yang katanya berkuasa yang ingin mengemudikanku, aku tidak sudi,
ketahuilah itu baik-baik.
Sultan :
saya menyadari ilmu Syech dengan saya sangat jauh, dan saya juga menyadari
berdebat masalah ketuhanan dengan Syech akan membuat saya bingung karena
kurangnya ilmu yang saya miliki.
Abdul Hamid :jangan diteruskan kalau ini membuat
Sultan bingung. Ada hal apa yang membuat kalian sampai memanggilku untuk datang
menghadap?
Mangkubumi : jadi seperti ini tuan Syech, adapun
alasan tuan Syech dipanggil kesini karena saya mendapatkan laporan bahwa
masyarakat sekarang terusik dengan tersebar dan tersiarnya ajaran tuan Syech Abdul
Hamid yang menyatakan bahwa ajaran yang selama ini diberikan yaitu berupa Tauhid
dan Syariat hanyalah bagian luar atau ilmu kulit belaka bukan ilmu yang
sebenarnya yang harus dituntut untuk kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat
kelak. Karena ajaran inilah sekarang terjadi kegemparan dan perbantahan, bahkan
sampai menjadi perselisihan di sebagian masyarakat, sebab mereka merasa bahwa
ajaran tersebut sangat berbeda dengan yang disampaikan oleh juru dahwah
terdahulu.
Abdul Hamid : langsung saja kalian sampaikan apa
yang sebenarnya kalian inginkan terhadapku, kali ini aku akan mengalah untuk
membuktikan sebuah kebenaran.
Sultan : setelah kami bermusyawarah bersama
para ulama di kesultanan ini, maka kami berkesimpulan bahwa atas dasar kepentingan
keselamatan orang banyak dan tugas seorang pemimpin adalah untuk keselamatan akidah
dan kemaslahatan rakyatnya, menolak kerusakan lebih didahulukan daripada
mendatangkan kebaikan, dan tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya dipusatkan
untuk mendatangkan kebaikan, saya sebagai Sultan di kesultanan ini memutuskan
untuk menyingkirkan atau membunuh tuan Syech Abdul Hamid.
Abdul Hamid : aku tidak akan merubah keyakinanku,
karena aku yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang aku ajarkan itu tidak sesat
seperti yang disangka orang, karena kemungkinan besar mereka belum memahami dan
belum mengerti dengan ilmu yang aku ajarkan saat ini. aku akan hadapi apapun resikonya
atas apa yang aku lakukan dan aku yakini, dan aku tidak akan mundur setapak dan
sejengkalpun walaupun berbagai ancaman dan hukuman yang akan ditimpakan
kepadaku, karena aku yakin makhluk apapun yang ada di dunia ini tidak akan
memberi bekas kepadaku, baik api, tanah, besi, air dan makhluk lainnya.
Sultan :
untuk menguji keyakinan serta kebenaran apa-apa yang tuan Syech ajarkan sekaligus
untuk menghukum tuan Syech, apakah tuan Syech bersedia untuk dihukum, sedangkan
bentuk hukumannya tuan Syech akan saya masukkan ke dalam kerangkeng besi dan
akan direndam di dalam air sampai ke dasar sungai.
Abdul Hamid : Insya Allah, aku bersedia.
Sultan : baiklah. (kepada pengawal) pengawal,
siapkan kerangkeng besi untuk Syech Abdul Hamid.
Pengawal :
laksanakan !!
PROSES HUKUMAN DIKURUNGNYA
SYECH ABDUL HAMID DIVISUALKAN DENGAN TARIAN.
FADE OUT
SYAIR :
Sebab petaka bermula resah
Warga di nagri mengambil
sumpah
Tuntung masalah akhirnya
kisah
Titah perintah pada yang
salah
Warga di nagri tentram dihati
Kabar sang wali tiada lagi
Lamunlah ini jadilah pasti
Ruhuy rahayu sudah kembali
FADE IN
SYAIR :
Setelah itu renung paduka
Hati nang jadi penuh
dilemma
Kalau lah semua nafsu semata
Semoga semua adil adanya
Rasa bersalah lawan putusan
Menghukum wali punya ajaran
Paduka sultan hati tak nyaman
Tahta wan warga diperhatikan
MANGKUBUMI MASUK
Mangkubumi :
Assalamuallaikum Ayahanda paduka Sultan
Sultan :
waallaikumussalam ananda Mangkubumi
Mangkubumi : nampaknya ayahanda paduka Sultan
sedang memikirkan sesuatu
Sultan : ananda Mangkubumi, aku hanya teringat
akan Syech Abdul Hamid
Mangkubumi : kenapa dengan Syech Abdul Hamid?
Sultan : bagaimana kalau ini semua
memang tidak ada sangkut pautnya dengan politik yang dilakukan Pangeran Amir?
Apakah ini hanya ketakutanku semata karena tidak ingin kekuasaanku direbut oleh
Pangeran Amir? Kalau sampai masyarakat tau bahwa semua ini hanyalah siasat dari
kita berdua maka tidak mustahil rakyat akan tidak bersimpatik lagi kepadaku.
Mangkubumi : ayahanda paduka Sultan, hal itu tidak
akan terjadi kalau semua yang bersangkutan akan kita singkirkan, Syech Abdul
Hamid sudah dihukum kerangkeng dan direndam didasar sungai, pasti beliau akan
mati, dan semua orang tidak akan ada yang mengetahui siasat kita, tenanglah,
ini semua akan berjalan dengan sesuai rencana.
Sultan : sungguh, setelah kejadian itu aku
merasa ada yang salah dalam diriku, saat aku memutuskan untuk menghukum beliau
aku dalam keadaan yang dilema, di satu sisi aku harus berpihak kepada rakyatku,
dan disisi lainnya ada ketakutan didiriku karena beliau adalah orang dari sisa
rezim lama yang mana kalau dibiarkan akan mengancam kekuasaanku, namun, ada
satu hal lagi dalam hati kecilku yang mengatakan aku merasa bersalah karena
sudah menghukum salah satu tokoh agama terbaik di kesultanan ini. Apakah aku
sudah melakukan tindakan yang salah?
Mangkubumi : Ayahanda tidak salah, apa yang ayahanda
putuskan itu adalah hasil dari musyawarah dengan beberapa tokoh ulama kan? Jadi
itu bukanlah murni kesalahan ayahanda. Sudahlah ayahanda paduka Sultan, ingat,
Syech Abdul Hamid kalau tidak disingkirkan akan banyak membawa kerugian di
kekuasaanmu, beliau pasti mendukung pergerakan Pangeran Amir untuk melakukan
perlawanan, dan yang paling penting saat ini adalah masyarakat kembali tentram
karena orang yang sudah menyebarkan ajaran yang membingungkan atau sesat sudah
tidak ada lagi, dan yang lebih penting adalah kekuasaanmu aman sekarang karena
sudah disingkirkannya salah satu orang dari perlawanan Pangeran Amir. ingat ayahanda
paduka Sultan, Ayahanda adalah pemimpin di kesultanan ini, pemimpin harus
berpihak kepada rakyatnya dan harus mempertahankan kekuasaanya.
Sultan :
apa yang kamu ucapkan itu ada benarnya juga ananda Mangkubumi. Semoga hal ini
tidak terjadi lagi, dan orang seperti Syech Abdul Hamid tidak ada lagi di
kesultanan Banjar ini.
PENGAWAL MASUK
Pengawal :
izin masuk paduka Sultan
Sultan : ada apa Pengawal?
Pengawal :
daulat paduka Sultan, saya hanya ingin menyampaikan sebuah berita yang sangat
penting paduka Sultan.
Sultan : berita penting apa Pengawal, cepat
kau sampaikan kepadaku.
Pengawal :
ini mengenai Syech Abdul Hamid, beliau tidak mati setelah direndam didasar
sungai, bahkan menurut keterangan masyarakat, beliau melakukan shalat fardhu
ketika memasuki waktu shalat diatas kerangkeng yang terangkat keatas sungai,
dan bahkan beliau masih sempat mengajarkan ilmu kepada sepuluh orang nelayan,
kabar ini saya dapatkan dari orang di Hulu Sungai paduka Sultan.
Sultan : mustahil, bagaimana bisa beliau
melakukan itu, kalau begitu kamu aku perintahkan untuk mengangkat Syech Abdul
Hamid dari dasar sungai kemudian bawa beliau kehadapanku.
Pengawal :
laksanakan paduka sultan
PENGAWAL KELUAR
Sultan : ananda Mangkubumi, aku minta tolong
kepadamu untuk memanggil Syech Muhammad Arsyad beserta Mahkamah Syariyyah, kali
ini kita kembali memerlukan mereka.
Mangkubumi : Baiklah paduka ayahanda paduka Sultan.
FADE OUT
FADE IN
Sultan : tuan Syech Muhammad Arsyad, kali ini
saya mengharapkan tuan Syech mengeluarkan suatu pendapat tentang apa yang
terjadi saat ini, bagaimana pendapat tuan Syech tentang Syech Abdul Hamid yang
tidak bisa dibinasakan dengan cara direndam didasar sungai, dan bahkan beliau
sempat melaksanakan shalat fardhu dan juga mengajarkan ilmu kepada sepuluh
orang. Tolong tuan Syech berikan pendapat, saya sangat mengharapkannya.
Arsyad : mohon ampun paduka Sultan, satu hal
yang harus Sultan pahami, bahwasanya apa yang orang-orang nilai terhadap Syech
Abdul Hamid adalah keliru, ini merupakan pembuktian bahwasanya beliau tidak
sesat seperti apa yang Sultan dan orang-orang pikirkan.
Sultan : lantas apa yang harus saya lakukan,
kalau saya membiarkan Syech Abdul Hamid mengajarkan ilmunya maka itu akan
semakin memperparah keadaan, seperti yang sudah saya sampaikan kepada Syech,
banyak masyarakat yang menjadi bingung dan bahkan ada yang kehilangan akal
warasnya setelah mengikuti ajaran dari Syech Abdul Hamid, takutnya ini akan
menjadi kemusryikan dan menggoyahkan akidah keagamaan. Tidak ada pilihan lain
selain harus menyingkirkan beliau.
Arsyad : semua keputusan ada ditangan Sultan,
namun saya sangat menyayangkan hukuman ini harus dilakukan, saya dan Syech
Abdul Hamid sudah bagaikan saudara ketika kami sama-sama menuntut ilmu di tanah
suci Mekkah. Dan kalaupun hukuman ini terjadi, semoga ini merupakan keputusan
yang tepat.
PENGAWAL MASUK
Pengawal :
(Dari kejauhan) Syech Abdul Hamid tiba di kesultanan !!
SYECH ABDUL HAMID MASUK
KEDATANGAN SYECH ABDUL HAMID
DIIRINGI GEMURUH DZIKIR.
Abdul Hamid : Assalamuallaikum Warahmatullah Wabarakatuh
All : Waallaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Sultan :
tuan Syech, sekarang saya sadar bahwa ilmu yang tuan miliki memang benar adanya
dan orang yang mengatakan bahwa tuan Syech tidak mengerjakan shalat itu juga
tidak benar, setelah beberapa orang yang menyaksikan tuan Syech shalat setiap
kali waktu shalat fardhu tiba diatas kerangkeng yang terangkat ke atas
permukaan air, tetapi saya mohon pengertian tuan Syech untuk memahami keadaan
masyarakat saat ini sebab mereka masih banyak yang belum mengerti tentang ilmu
yang diajarkan tuan Syech sehingga mereka banyak yang menjadi bingung bahkan
menjadi sesat, sedangkan ini semua adalah tanggung jawab saya sebagai Sultan dikesultanan
Banjar ini.
LAMPU MENYOROT KEPADA SYECH
ABDUL HAMID DAN SYECH MUHAMMAD ARSYAD, TERJADI PERCAKAPAN BATHIN ANTARA
KEDUANYA.
Arsyad : adidnda Syech Abdul Hamid, keadaan
makin keruh apakah tidak sebaiknya ini dihentikan?
Abdul
Hamid : Keruh itu berasal dari diri manusia
bukan dari luar manusia
Arsyad : Apakah yang membuat diri manusia
keruh?
Abdul
Hamid : Sebab manusia memberi ruang
sebesar-besar untuk dirinya, namun tidak untuk pikirannya. Memberi kesempatan
seluas-luasnya bagi kepentingannya namun mempersempit ruang untuk akalnya.
Arsyad :
Apakah akal dan pikiran tak menarik hati sehingga tak diberikan ruang itu?
Abdul
Hamid : Selalu menarik bagi hati namun tak
menarik bagi nafsu. Maka hatinya sepi dan berpenyakit karena tak pernah mengambil
pelajaran.
Arsyad : Bukankah pelajaran terhampar pula di luar
dirinya, untuk membantu dirinya membaca dan mengambil pelajaran secara lebih
mudah karena tak kuasa mengambil pelajaran dari dirinya sendiri?
Abdul
Hamid : Semua terhampar secara terang-terangan
maupun remang-remang. Yang membuat “rusak” adalah hati yang teracuni. Racun
tersebut berasal dari nafsu yang tidak mempertautkan diri kepada akal dan
pikiran.
Arsyad : Untuk akal yang terkungkung, bagi pikiran yang
terkurung, bukankah perlu ada ruang bebas seseorang untuk belajar tanpa
dibelenggu pemahaman yang dinda lakukan?
Abdul
Hamid : Aku tidak membelenggu apapun, aku
membebaskan mereka untuk mampu melihat kenyataan.
Arsyad : Bagaimana dinda membebaskan sedangkan manusia
terjebak pada kotak yang tak ia temukan keluasan?
Abdul
Hamid : tidak akan ia temukan kotak itu ketika
ada tuhan yang tiada batas dalam kesadaran kesaksian hidup matinya.
Arsyad : adinda, orang di luar sana tak langsung berjumpa
Tuhan hanya dengan bernafas dan melihat, tak semua orang menemukan Tuhan hanya
dengan melihat gelap terang, tak semua manusia mampu. Manusia perlu mengenal
garam untuk mengenal asin. dinda membuat semua orang seolah-olah langsung paham
kepada asin hanya dengan melihat laut, sedangkan banyak jiwa memerlukan pengalaman
rasa melalui garam.
Abdul
Hamid : Adalah hal yang wajar apabila manusia
memerlukan tahap mendaki dan terjal. Bukankah kanda tahu bahwa aku tak
menguakkan apapun kecuali apa yang Tuhan kehendaki untuk dikuakkan?
Arsyad : Apakah mungkin itu kehendak Tuhan, dan bagaimana
apabila ternyata itu merupakan ujian menahan diri dimana seharusnya yang kita
sangka perlu dikuakkan itu semestinya justru harus tersembunyi?
Abdul
Hamid : tuhan tidak menyembunyikan ciptaannya,
titahnya, tuhan tidak menyembunyikan langit, manusia, semesta, yang merupakan
tajallinya. Manusia yang sering menyembunyikan tuhan karena menghambat
pelampiasan dan pemuasan semu dan sesaat.
Arsyad : Tapi Tuhan tetap membuat aurat yang tak untuk
diumbar akan tetapi justru harus ditutupi. Itulah makna dari kemurahan.
Abdul
Hamid : Menurut kanda, aurat apa yang tengah
aku umbar?
Arsyad : Aurat itu adalah pena, yang perlu diumbar adalah
tulisannya. Aurat itu kejayaan yang perlu diumbar adalah kesantunan. Aurat itu
adalah penyatuan diri kepada Tuhan, yang perlu diumbar adalah kemahiran dalam
menjaga keindahan perbedaan.
Abdul
Hamid : Apakah aku salah? Sedangkan aku
menyampaikan ragam pelajaran yang bisa diambil sebagai bagian perbedaan, lantas
mengapa aku harus sama, sedangkan aku tak lagi merasa perbedaan itu harus
dipaksa untuk sama?
Arsyad : Aurat itu adalah keteguhan Tauhid, yang perlu
diumbar adalah pengabdian. Aurat itu adalah ‘Aku’ yang perlu diumbar adalah
ketiadaan. Aurat itu adalah Allah, yang perlu dipertontonkan adalah insan yang
berakhlak mulia.
Abdul
Hamid : Dimana letak kemuliaan manusia?
sedangkan kemuliaan semata hanya milik-Nya?
Arsyad : Letak kemuliaan insan adalah kekosongan dirinya
pada kemuliaan. Sehingga ia bekerja dengan isi kemuliaan yang ditaburkan Allah
atas dirinya.
Abdul
Hamid : Apakah kanda tega memenggal kesadaran
bertuhan, hanya karena manusia-manusia yang tidak memahami? Apakah tega
membiarkan ketidaktahuan mereka menjadi singgasana yang ia sembah? Apakah tega
membiarkan ketidaktahuan mereka mencampakkan keberadaan Tuhan karena yang harus
ada hanyalah diri mereka sendiri. Apakah kanda membiarkan banyak manusia
nestapa karena kebodohannya? Akankah kanda tega pikirannya hanya digunakan
untuk memikirkan hidupnya, dan akalnya hanya untuk mengakali kehidupan?
Akankah? Tegakah?
Arsyad : adidnda, Demi Allah dan Nabi Muhammad tidak akan
benar jika aku tega atas sebuah pertumbuhan. Tak benar aku sedang tega
membiarkan beberapa cabang dan ranting suatu pokok harus terpotong jika tanaman
justru menjadi tumbuh sehat setelahnya. Tak benar aku disebut sedang tega hanya
karena membiarkan akar bibit padi tercerabut untuk berpindah ke lahan yang
lebih luas. Tak bisa disebut tega jika aku harus membatalkan calon buah nangka
jika batang pohon belum cukup sanggup menopang. Diriku justru sedang tidak tega
jika akar-akar ringkih bibit padi yang tengah ingin berjuang menjajaki hidup
itu harus diberi beban menghasilkan bulir-bulir padi secepatnya. Diriku sungguh
sedang penuh ketidak-tegaan hati pada batang-batang muda pokok nangka, jika harus
dibebani sebuah tuntutan untuk mampu menunjukkan gelantung-gelantung buahnya.
Abdul
Hamid : Lantas, kini apa maunya kanda?
Arsyad : Aku takut memiliki kemauan jika kemauan tersebut
ternyata bukan dari-Nya. Maka aku tidak menginginkan apapun selain pe-ngerti-an.
Semuanya bekerja dengan sebuah irama saling pengertian. Siang mengerti kapan
benderang dan malam mengerti kapan ia mengambil alih siang dengan menghadirkan
keredupan. Ada purwa ada purna, ada yang bermula dan ada yang usai. Ada yang
tampak ada pula yang tersembunyi. Biarkan pitutur yang nampak menuturkan hal
yang nampak, biarkan pitutur yang tak nampak menuturkan hal yang tidak nampak.
Biarkan yang aurat menjadi aurat, yang wedana menjadi wedana. Semua bekerja
dengan pengertian agar keteraturan hadir. Sehingga keteraturan itu kemudian
mendorong hati dan akal manusia untuk mengenal siapa Maha Mengatur dan Menaungi
kehidupan dengan begitu teratur ini. Pengertian hanya bisa ditempuh oleh pihak
yang mengerti. Maka, jika pihak yang mengerti tak menjalankan pengertian,
bagaimana ia bisa disebut sedang mempersaksikan Tuhan, sedang Tuhan terhalangi
oleh makhluk-Nya sendiri.
Abdul
Hamid : baiklah kalau begitu, aku rela.
PERCAKAPAN
BATHIN SELESAI, LAMPU KEMBALI NORMAL
Abdul Hamid : (Kepada Sultan) kalau begitu baiklah,
dan mungkin juga ajalku sudah dekat.
Sultan :
saya sebagai Sultan dan mewakili seluruh rakyat disini mengucapkan maaf dan
ampun serta terimakasih yang setinggi-tingginya atas pengertian tuan Syech
Abdul Hamid atas semua masalah ini.
Abdul Hamid :
jika Sultan ingin menghabisiku haruslah menggunakan senjata milikku yang ada di
dinding rumahku, kemudian tusukkan senjata itu di punggungku. Namun sebelum itu
aku minta waktu untuk menunaikan shalat sunat dua rakaat terlebih dahulu, setelah
salam silahkan langsung tancapkan senjata itu di punggungku.
Sultan :
baiklah kalau begitu, silahkan Syech melaksanakan shalat sunat dua rakaat, saya
akan menyuruh pengawal untuk mengambil senjata dirumah Syech. (kepada pengawal)
pengawal, pergi kerumah Syech Abdul Hamid dan ambil senjata yang ada didinding
rumah beliau.
Pengawal :
laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
SYECH ABDUL HAMID MELAKUKAN
SHALAT SUNAT DUA RAKAAT, SETELAH SALAM DITANCAPKANLAH SENJATA ITU KE PUNGGUNG
BELIAU OLEH ALGOJO, SEKETIKA MENGALIRLAH DARAH YANG BERLAFAZKAN “LAA ILAAHA
ILLALLAH MUHAMMADUR RASULULLAH”.
BLACK OUT