Sabtu, 27 Oktober 2018

Datu Abulung (Sinar Sebelum Cahaya)


DATU ABULUNG
(SINAR SEBELUM CAHAYA)
(FAISAL REFKI – 12/07/2018)

SINOPSIS :
TIADA YANG MAUJUD HANYA DIA, TIADA MAUJUD LAIN-NYA, TIADA AKU MELAINKAN DIA, DIA ADALAH AKU, AKU ADALAH DIA.

TOKOH :
SYECH ABDUL HAMID (DATU ABULUNG)
SYECH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (DATU KALAMPAYAN)
SULTAN TAHMIDULLAH 2
RATU ANOM ISMAIL (MANGKUBUMI)
MUHAMMAD AS’AD (MUFTI)
ABU SU’UD (QADHI)
PENGAWAL

SETTING :
ISTANA KESULTANAN BANJAR PADA MASANYA


FADE IN
DIVISUALKAN ADEGAN ANTARA SYECH ABDUL HAMID DAN NABI KHAIDIR BERTEMU, ADEGAN INI TENTANG NABI KHAIDIR YANG MENYURUH SYECH ABDUL HAMID MEMEJAMKAN MATA DAN KEMUDIAN MELUDAHI MULUTNYA. DIAKHIR ADEGAN SYECH ABDUL HAMID MENGUCAPKAN SEBUAH PERKATAAN.
Abdul Hamid        : Subhaanallah Jalla Jalaa-Luh.
BLACKOUT
FADE IN
DIDALAM ISTANA KESULTANAN BANJAR, SULTAN TAHMIDULLAH 2 TERLIHAT SEDANG MEMIKIRKAN SESUATU, SETELAH SYAIR, MANGKUBUMI MASUK MEMPERHATIKAN LALU MEMULAI PEMBICARAAN.
SYAIR :
Paduka sultan dipalataran
Duduk maungut mandam saurangan
Parihal tahta jadi pikiran
Siang wan malam jadi impian
                   Sultan pun jua diam bermenung
                   Lara wan duka pikiran bingung
                   Pikirkan tahta lagi dirundung
                   Apalah daya rasa tasandung
Mangkubumi        : ayahanda paduka Sultan.
Sultan                  : Ananda Mangkubumi, Ratu Anom Ismail
Mangkubumi        : rupanya kabar itu membuat pikiranmu menjadi kacau wahai ayahanda paduka Sultan?
Sultan                   : bagaimana tidak wahai Ananda, Pangeran Amir melakukan serangan untuk melakukan pembalasan atas ayah dan saudara-saudaranya.
Mangkubumi        : apa saya tidak salah dengar wahai ayahanda paduka Sultan, engkau seorang Sultan Tahmidullah 2 gentar kepada Pangeran Amir?
Sultan                   : (merasa dilecehkan) diam kau ananda Mangkubumi, bagaimana tidak, dia meminta bantuan kepada pamannya Arung Tarawe yang ada di Paser serta pasukan Bugis. Mereka telah menyerang benteng Tabanio dan menyekap masyarakat disana, bahkan mereka juga memusnahkan kebun lada yang menjadi potensial kesultanan Banjar, ini tentu akan menyebabkan kerugian yang besar bagi kesultanan Banjar.
Mangkubumi        : (licik) sepertinya kita harus mengatur siasat.
Sultan                   : siasat apa yang kamu maksud ananda Mangkubumi?
Mangkubumi        : kalau ayahanda menyetujui, kita harus meminta bantuan kepada pihak Belanda dalam hal untuk mempertahankan kekuasaan.
Sultan                   : apakah itu tidak beresiko?
Mangkubumi        : hal itu tidak akan beresiko kalau kita atur siasat ini dengan matang, sehingga akan membuat kita diuntungkan.
Sultan                   : kalau memang seperti itu perlu kita pikirkan dengan matang. (mengalihkan topik pembicaraan) Tapi mengenai Pengeran Amir tadi ada sedikit terlintas dipikiranku beberapa harapan yang membuatku lega.
Mangkubumi        : maksud ayahanda?
Sultan                   : yaa, dengan adanya kejadian ini akan membuat masyarakat tidak bersimpatik kepada Pangeran Amir, sehingga Pangeran Amir tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat Banjar.
Mangkubumi        : benar juga apa yang ayahanda paduka Sultan pikirkan itu, saya pun berharap demikian. Rezim lama memang membuat muak dan memang pantas untuk disingkirkan. Oh ya ayahanda paduka sultan, selain Pangeran Amir yang masih menjadi sisa rezim lama, masih ada satu orang lagi yang harus kita waspadai pergerakannya.
Sultan                   : siapa itu ananda Mangkubumi?
Mangkubumi        : Syech Abdul Hamid !, seperti yang kita ketahu bahwa beliau bersama Syech Muhammad Arsyad diberangkatkan ke Mekkah ketika pemerintahan Sultan Tahlillullah.
Sultan                   : mengenai Syech Abdul Hamid dari Abulung itu sepertinya aku tidak terlalu memperhitungkannya, apa yang bisa dilakukannya sebagai tokoh agama?, aku yakin dia tidak akan bisa melakukan perlawanan seperti yang dilakukan Pengeran Amir, mengerti apa dia tentang politik.
Mangkubumi        : tapi bagaimanapun kita harus tetap mengawasi pergerakannya kelak ketika kembali ketanah Banjar.
PENGAWAL MASUK
Pengawal             : izin masuk paduka Sultan
Sultan                   : silahkan masuk pengawal, ada apa?
Pengawal             : daulat paduka Sultan, saya baru saja mendapat laporan dari masyarakat bahwa saat ini keadaan sedang kacau dikarenakan ajaran Syech Abdul Hamid yang banyak menyesatkan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya, beliau juga menfatwakan “tiada yang maujud hanya Dia, tiada maujud lain-Nya, tiada aku melainkan Dia, Dia adalah aku, aku adalah Dia”, dan beliau mengatakan bahwa syariat yang diyakini masyarakat saat ini hanyalah kulit belum sampai kepada isi.
Sultan                   : ajaran Syech Abdul Hamid? Maksudmu apakah beliau sudah kembali ketanah Banjar.
Pengawal             : benar sekali paduka Sultan.
Sultan                   : (geram) kurang ajar !! pengawal, silahkan kembali ke penjagaan.
Pengawal             : daulat paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR     
Mangkubumi        : baru saja kita bicarakan ayahanda paduka Sultan, sudah kejadian, ingatlah ayahanda paduka Sultan Tahmidullah, Syech Abdul Hamid itu merupakan orang rezim lama, apa ayahanda tidak memperhitungkannya?. Lihatlah apa yang beliau lakukan sekarang, kembalinya beliau ke tanah Banjar saja tanpa memberi kabar kepadamu, bahkan beliau sampai mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat, sadarkah ayahanda kalau beliau tidak menghargaimu sebagai sultan?
Sultan                   : ananda Mangkubumi !! ucapanmu itu sama sekali tidak membantuku. ini sudah keterlaluan, beliau sudah membuat beberapa kesalahan, yang pertama beliau kembali ketanah Banjar tanpa melapor kepadaku dan yang kedua kalau terbukti kebenarannya beliau menyebarkan ajaran yang menyesatkan masyarakat sudah sepatutnya beliau mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Ananda Mangkubumi, kali ini aku minta pendapatmu, apa yang harus kita lakukan.
Mangkubumi        : maaf sebelumnya ayahanda paduka Sultan, apakah ayahanda tidak dapat memikirkan bahwasanya ini semua ada hubungannya dengan politik Pangeran Amir?
Sultan                  : bagaimana bisa ini ada hubungannya dengan politik Pangeran Amir? Sudah jelas apa yang disampaikan oleh pengawal bahwa ini hanyalah masalah ajaran agama.
Mangkubumi        : coba ayahanda pikirkan sekali lagi, kedatangan beliau ke tanah Banjar tanpa melapor kepada ayahanda, beliau melakukan itu secara diam-diam, yaa, diam-diam menyebarkan ajaran kemudian mempengaruhi masyarakat untuk tidak tunduk lagi kepadamu, apakah itu tidak akan mengancam kekuasaanmu?.
Sultan                   : kalau memang ini ada hubungannya dengan Pangeran Amir, lantas siasat apa yang harus kita lakukan?
Mangkubumi        : mendengar apa yang diresahkan oleh rakyat saat ini adalah tentang ajaran Syech Abdul Hamid tapi bukan tentang politik, maka kita hanya perlu sedikit berdalih bahwasanya alasan dihukumnya Syech Abdul Hamid murni karena masalah ajaran yang meresahkan, bukan karena unsur politik. Karena kalau alasan dihukumnya Syech Abdul Hamid disebabkan alasan politik takutnya akan menimbulkan dampak yang tak terduga.
Sultan                   : agama dan politik, yaa, agama memang mudah dikuasai daripada politik, aku sepakat dengan siasat yang kamu sampaikan. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan untuk siasat ini?
Mangkubumi        : karena ini menyangkut masalah agama, maka harus diselasaikan dengan hukum agama juga.
Sultan                   : bagaimana maksudnya?
Mangkubumi        : sepertinya kita perlu memanggil Tuan Guru Besar kita Syech Muhammad Arsyad kembali ketanah Banjar untuk memberikan fatwa tentang kejadian ini, biar bagaimanapun beliau adalah orang yang tepat dalam hal ini.
Sultan                   : Syech Muhammad Arsyad, baiklah kalau begitu, setelah kurang lebih 30 tahun beliau menuntut ilmu ketanah Mekkah sudah saatnya beliau untuk kembali. Aku pun sudah sangat merindukan beliau yang sudah mendidikku masalah agama. Ananda Mangkubumi, engkau aku perintahkan untuk mengirim surat untuk pemanggilan Syech Muhammad Arsyad ketanah Banjar.
Mangkubumi        : laksanakan paduka sultan.
FADE OUT
FADE IN
KEDATANGAN SYECH MUHAMMAD ARSYAD KE TANAH BANJAR DISAMBUT LANTUNAN SHOLAWAT
Sultan                  : ‘kambang kada sakaki, kumbang kada saikung, langit kada batawing’ Alhamdulillah, selamat datang kembali Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari di tanah Banjar, bagaimana kabar tuan Syech?
Arsyad                  : Alhamdulillah, kabar baik paduka Sultan, bagaimana dengan Sultan?
Sultan                   : Alhamdulillah saya pun demikian. Syech Muhammad Arsyad, Syech harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi ditanah Banjar selama Syech menuntut ilmu di tanah suci.
(Paduka Sultan Mempersilahkan Syech Muhammad Arsyad Untuk Duduk)
Arsyad                  : apakah gerangan yang terjadi ditanah Banjar wahai paduka Sultan? Sampai-sampai tuan memanggil saya untuk pulang ke tanah Banjar?
Sultan                   : ini mengenai Syech Abdul Hamid.
Arsyad                  : ada apa dengan Syech Abdul Hamid?
Mangkubumi        : mohon ampun, saat ini kesultanan sedang dalam masalah, ini dikarenakan semakin banyak masyarakat yang mengikuti ajaran tasawuf yang Syech Abdul Hamid ajarkan, masyarakat awam banyak yang menjadi bingung bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya, bahkan konsep ajaran yang beliau ajarkan adalah “tiada maujud melainkan hanya Dia, tiada wujud yang lain-Nya, tiada aku melainkan Diadan aku adalah Dia”. Hal itu sangat berbahaya bagi akidah masyarakat awam, apa yang akan terjadi jika ajaran Syech Abdul Hamid tersebut tetap diteruskan? Oleh karena itulah kami dengan berat hati terpaksa menghukum mati Syech Abdul Hamid, dan oleh karena itulah tuan Syech Muhammad Arsyad kami panggil untuk memberikan pendapat tentang hal itu.
Arsyad                  : menghukum mati? Apakah harus hukuman seberat itu yang diberikan kepada Syech Abdul Hamid?
Sultan                  : mau bagaimana lagi, ini mengenai akidah keagamaan masyarakat, kalau tidak disingkirkan akan sangat berbahaya.
Arsyad                  : (curiga) apakah tidak ada kepentingan-kepentingan lain dibalik alasan diberikannya hukuman mati kepada Syech Abdul Hamid?
Sultan                  : apa maksud tuan Syech? sungguh tidak ada kepentingan lain, sesungguhnya seorang pemimpin haruslah berkata benar.
Arsyad                  : kalau memang begitu kebenarannya, sudah seharusnya itu menjadi kewajiban seorang Sultan untuk menjaga akidah rakyat yang dipimpinnya hingga segi kemaslahatan orang banyak. Namun saya sangat menyayangkan keputusan dihukum matinya Syech Abdul Hamid, Kalau memang saya diminta suatu pendapat,  saya hanya bisa memberikan sebuah saran untuk Sultan, itupun kalau Sultan menerimanya.
Sultan                   : apakah saran itu wahai tuan Syech?
Arsyad                  : saya menyarankan Sultan untuk membentuk suatu lembaga hukum tentang persoalan-persoalan tadi.
Sultan                   : kalau memang itu mampu menjadi pemecah dari persoalan tadi, maka saya sebagai Sultan menyerahkan wewenang sepenuhnya kepada Syech untuk pembentukan lembaga hukum tersebut.
Arsyad                  : baiklah, lembaga hukum itu diberi nama Mahkamah Syar’iyyah, yang mana dipegang oleh dua orang pejabat yaitu Mufti dan Qadhi, Mufti berfungsi sebagai hakim tertinggi, penasehat keagaaman dan pengawas pengadilan kesultanan Banjar secara keseluruhan, sedangkan Qadhi berfungsi sebagai pelaksana hukum dan pengawas jalannya peradilan agar hukum berlaku dengan adil.
Sultan                  : adakah syarat untuk menjadi Mufti dan Qadhi tersebut?
Arsyad                  : adapun syarat yang harus dimiliki oleh Mufti dan Qadhi, antara lain mereka harus memiliki sifat akhlakul karimah, sabar, tidak pemarah, bijaksana, selalu memikirkan kepentingan kaum muslimin, mengetahui cara mengambil hukum, jujur, dan yang pasti harus mengetahui hukum yaitu Al-Quran dan Hadist.
Sultan                  : kalau memang itu syaratnya maka tiada yang lebih tepat lagi yang akan menjabat sebagai Mufti dan Qadhi, yaitu, Muhammad As’ad dan Abu Su’ud, cucu dan anak Syech. Saya sangat yakin dengan mereka berdua.
Arsyad                  : pilihan ada ditangan paduka Sultan, semoga sesuai dengan harapan Sultan.
Sultan                   : Muhammad As’ad dan Abu Su’ud, kemampuan mereka tidak dapat diragukan lagi dibidangnya, semoga dengan adanya lembaga Mahkamah Syar’iyyah ini akan menjadi jawaban atas persoalan-persoalan saat ini.
FADE OUT
FADE IN
Sultan                   : Muhammad As’ad sebagai Mufti kesultanan dan Abu Su’ud sebagai Qadhi kesultanan, saya mengucapkan selamat atas terpilihnya kalian berdua sebagai pejabat lembaga Mahkamah Syar’iyyah.
Mufti                     : saya merasa sangat terhormat ditunjuk sebaga Mufti kesultanan, dan itu tidak terlepas dari peran kakek saya Syech Muhammad Arsyad yang sudah mendidik saya, dan tidak kalah membanggakan saya bisa bersanding dengan paman Abu Su’ud sebagai Qadhi kesultanan, semoga saya bisa membayar kepercayaan Sultan.
Sultan                   : baiklah, langsung saja ke inti permasalahan, mengenai Syech Abdul Hamid, beberapa waktu lalu saya mendapatkan laporan bahwa Syech Abdul Hamid meresahkan masyarakat karena ajaran beliau yang banyak membuat masyarakat awam bingung, bahkan ada yang sampai kehilangan akal warasnya, dan yang lebih parahnya beliau pernah menfatwakan “tiada yang maujud hanya Dia, tiada maujud lain-Nya, tiada aku melainkan Dia, Dia adalah aku, aku adalah Dia”, bahkan beliau juga mengatakan bahwa syariat yang diajarkan selama ini adalah kulit belum sampai pada isi atau hakikat. Tentu saya sangat khawatir kalau hal ini terus dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan goyahnya akidah keagamaan yang selama ini masyarakat yakini bahkan bisa menyesatkan. Bagaimana menurut kalian berdua?
(Mufti dan Qadhi berdiskusi)
Qadhi                              : (kepada Sultan) kalau memang itu adalah sebuah kesaksian dari masyarakat, kami berpandangan bahwa ajaran yang disampaikan oleh Syech Abdul Hamid dapat menyesatkan keyakinan dan akidah serta dapat membawa kesyirikan dan merusak kehidupan keagamaan masyarakat awam.
Mufti                     : dan kalau boleh saya menambahkan, seperti apa yang terdapat dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah karangan Imam Abu al-Hasan Ali al-Mawardi, sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk menyelamatkan akidah rakyat yang dipimpinnya. Oleh karena itu kami menyarankan kepada Sultan apabila ingin menjatuhkan hukuman, berilah keputusan dan hukuman yang seadil-adilnya demi kemaslahatan masyarakat banyak.
Qadhi                              : namun sebelum itu sebaiknya Sultan memanggil Syech Abdul Hamid terlebih dahulu untuk dimintai pernyataan mengenai hal tersebut, biar bagaimanapun juga kita harus tetap menghargai beliau.
Sultan                   : baiklah kalau begitu, terimakasih atas masukan yang telah diberikan, semoga ini akan menjadi keputusan yang terbaik.
(Memanggil pengawal)
Sultan                   : pengawal !!
Pengawal             : daulat paduka Sultan
Sultan                   : engkau aku utus untuk memanggil Syech Abdul Hamid untuk menghadap kepadaku sekarang juga.
Pengawal             : laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan                   :Macam-macam saja peristiwa yang terjadi di kesultanan saat ini, mungkin ini adalah pertamakalinya yang dialami oleh kerajaan Banjar. Sultan-sultan terdahulu pasti tidak pernah mengalami hal seperti ini, semoga saja ini adalah yang terakhir dalam sejarah.
Mangkubumi        : ini akan menjadi peristiwa besar dalam sejarah kesultanan Banjar, dan tentu akan menjadi sejarah kelam keagaamaan.
SYAIR :
Syech Abdul Hamid dipanggil istana
Gasan menghadap perihat fatwa
Paduka sultan mengharap nyata
Badan wan raga bertatap mata
PENGAWAL MASUK
Pengawal             : daulat paduka Sultan.
Sultan                   : bagaimana pengawal? Apakah Syech Abdul Hamid akan kesini?
Pengawal             : mohon maaf paduka sultan, ketika saya sampai kerumah Syech Abdul Hamid dan menyampaikan apa yang paduka Sultan perintahkan, beliau menjawab bahwa Syech Abdul Hamid tidak ada dirumah, yang ada hanya “tuhan”.
Mangkubumi        : apakah perkataanmu itu dapat dipercaya?
Pengawal             : demi Allah saya berani bersaksi Mangkubumi.
Sultan                   : apa-apaan ini, apakah beliau mempermainkanku, (kepada Mufti dan Qadhi) bagaimana menurut kalian berdua?
Mufti                     : begitulah ketinggian ilmu dari Syech Abdul Hamid, terkadang apa yang beliau sampaikan kurang  bisa dipahami orang awam sepert kita. Mungkin beliau saat ini sedang berada dalam masa tafakkur, saat masa itulah semua arah keduniaan sama sekali menjadi lupa. Coba Sultan suruh pengawal untuk memanggil “tuhan”itu kemari.
Sultan                   : (kepada pengawal) kalau begitu sekali lagi aku perintahkan kepadamu untuk memanggil “tuhan” itu menghadap menemuiku sekarang juga.
Pengawal             : laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan                   :lelocoan macam apa lagi ini? Baru pertama kali saya menemui seseorang tokoh agama yang mengaku “tuhan”, kalau sudah seperti ini saya berani mengatakan bahwa beliau adalah sesat.
Qadhi                             : seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad As’ad tadi, terkadang apa yang dikatakan orang seperti beliau sangat sulit dipahami oleh orang awam seperti kita, mungkin beliau mempunyai alasan dan maksud tertentu sampai-sampai beliau menyebut dirinya “tuhan”.
SYAIR :
Bingunglah sultan tentang ucapnya
Tuhan yang jadi persamaannya
Masa tafakur mungkin dikira
Arah dunia jadilah lupa
                   Sesat terlintas piker dan hati
                   Paduka sultan yang punya diri
                   Murkalah dia dengan sang wali
                   Wibawa pun tak hirau peduli
PENGAWAL MASUK      
Pengawal             : izin masuk paduka Sultan
Sultan                   : silahkan pengawal, bagaimana?
Pengawal             : mohon maaf paduka Sultan, kali ini hasilnya juga sama, ketika saya menyampaikan bahwa “tuhan” dipanggil untuk menghadap Sultan jawaban beliau adalah “tuhan tidak ada yang ada hanya Abdul Hamid”.
Sultan                   :(kepada Mufti dan Qadhi) bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?
Qadhi                              : kali ini coba panggil keduanya, baik itu Syech Abdul Hamid maupun“tuhan”.
Sultan                   : pengawal, kali ini engkau aku perintahkan untuk memanggil keduanya, baik itu Syech Abdul Hamid maupun “tuhan” untuk menghadap kepadaku sekarang juga.
Pengawal             : laksanakan paduka sultan.
PENGAWAL KELUAR
Sultan                   : tak habis pikir aku dibuatnya, apa yang sebenarnya diinginkannya? Apakah beliau ingin mempermainkanku? Kalau sampai kali ini tidak behasil memanggilnya maka akan ku lakukan dengan paksaan, baik itu Abdul Hamid maupun Tuhan itu sendiri, hal ini sungguh membuatku murka.
Mufti                    : bersabarlah sedikit paduka Sultan, kemarahanmu membuat hancur kewibawaanmu.
Sultan                  : peduli apa aku dengan kewibawaan, kalian tidak akan tau bagaimana rasanya dipermainkan seperti ini, aku ini seorang sultan, pemegang kekuasaan di kesultanan Banjar !!.
Qadhi                             : tenangkan dirimu paduka sultan, apabila Syech Abdul Hamid tiba nanti tolong sembunyikan amarahmu, bagaimanapun juga beliau lebih tua daripada kita, hargailah beliau.
Sultan                  : (Manahan emosi) maafkan atas amarahku, baiklah, saya akan bersikap tenang dihadapan beliau nanti.
Pengawal             : (dari kejauhan) Syech Abdul Hamid menghadap ke kesultanan !!
SYECH ABDUL HAMID MASUK
KEDATANGAN SYECH ABDUL HAMID DIIRINGI GEMURUH DZIKIR.
Abdul Hamid        : Assalamuallaikum warahmatullah wabarakatuh
All                         : waallaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Mangkubumi        : Syech Abdul Hamid, akhirnya tuan Syech datang juga. Kenapa tuan Syech ketika dipanggil pengawal pertama kali tuan Syech tidak menghiraukan?
Abdul Hamid        : aku bukan hamba dia. Sebetulnya aku dan dia sama saja, di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat atau lambat juga akan menjadi busuk dan tercampur tanah, oleh karena itu aku tidak akan sudi diperintah oleh sesama makhluk.
Sultan                   : kalau saya sendiri yang memanggil tuan Syech?
Abdul ahmid         : sekalipun Sultan yang memanggilku, aku tidak sudi menghadap, karena aku hidup dari diriku sendiri, aku tidak menerima hidup dari Sultan.
Mangkubumi        : lantas apa yang membuat tuan Syech mau menghadap kesini?
Abdul Hamid        : aku berada disini karena aku sendiri, langit dan bumi milikku, bahkan matahari dan rembulan itu milikku sendiri, lalu ada seseorang yang katanya berkuasa yang ingin mengemudikanku, aku tidak sudi, ketahuilah itu baik-baik.
Sultan                  : saya menyadari ilmu Syech dengan saya sangat jauh, dan saya juga menyadari berdebat masalah ketuhanan dengan Syech akan membuat saya bingung karena kurangnya ilmu yang saya miliki.
Abdul Hamid        :jangan diteruskan kalau ini membuat Sultan bingung. Ada hal apa yang membuat kalian sampai memanggilku untuk datang menghadap?
Mangkubumi        : jadi seperti ini tuan Syech, adapun alasan tuan Syech dipanggil kesini karena saya mendapatkan laporan bahwa masyarakat sekarang terusik dengan tersebar dan tersiarnya ajaran tuan Syech Abdul Hamid yang menyatakan bahwa ajaran yang selama ini diberikan yaitu berupa Tauhid dan Syariat hanyalah bagian luar atau ilmu kulit belaka bukan ilmu yang sebenarnya yang harus dituntut untuk kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Karena ajaran inilah sekarang terjadi kegemparan dan perbantahan, bahkan sampai menjadi perselisihan di sebagian masyarakat, sebab mereka merasa bahwa ajaran tersebut sangat berbeda dengan yang disampaikan oleh juru dahwah terdahulu.
Abdul Hamid        : langsung saja kalian sampaikan apa yang sebenarnya kalian inginkan terhadapku, kali ini aku akan mengalah untuk membuktikan sebuah kebenaran.
Sultan                   : setelah kami bermusyawarah bersama para ulama di kesultanan ini, maka kami berkesimpulan bahwa atas dasar kepentingan keselamatan orang banyak dan tugas seorang pemimpin adalah untuk keselamatan akidah dan kemaslahatan rakyatnya, menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan kebaikan, dan tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya dipusatkan untuk mendatangkan kebaikan, saya sebagai Sultan di kesultanan ini memutuskan untuk menyingkirkan atau membunuh tuan Syech Abdul Hamid.
Abdul Hamid        : aku tidak akan merubah keyakinanku, karena aku yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang aku ajarkan itu tidak sesat seperti yang disangka orang, karena kemungkinan besar mereka belum memahami dan belum mengerti dengan ilmu yang aku  ajarkan saat ini. aku akan hadapi apapun resikonya atas apa yang aku lakukan dan aku yakini, dan aku tidak akan mundur setapak dan sejengkalpun walaupun berbagai ancaman dan hukuman yang akan ditimpakan kepadaku, karena aku yakin makhluk apapun yang ada di dunia ini tidak akan memberi bekas kepadaku, baik api, tanah, besi, air dan makhluk lainnya.
Sultan                   : untuk menguji keyakinan serta kebenaran apa-apa yang tuan Syech ajarkan sekaligus untuk menghukum tuan Syech, apakah tuan Syech bersedia untuk dihukum, sedangkan bentuk hukumannya tuan Syech akan saya masukkan ke dalam kerangkeng besi dan akan direndam di dalam air sampai ke dasar sungai.
Abdul Hamid        : Insya Allah, aku bersedia.
Sultan                   : baiklah. (kepada pengawal) pengawal, siapkan kerangkeng besi untuk Syech Abdul Hamid.
Pengawal             : laksanakan !!
PROSES HUKUMAN DIKURUNGNYA SYECH ABDUL HAMID DIVISUALKAN DENGAN TARIAN.
FADE OUT
SYAIR :
Sebab petaka bermula resah
Warga di nagri mengambil sumpah
Tuntung masalah akhirnya kisah
Titah perintah pada yang salah
                   Warga di nagri tentram dihati
                   Kabar sang wali tiada lagi
                   Lamunlah ini jadilah pasti
                   Ruhuy rahayu sudah kembali
FADE IN
SYAIR :
Setelah itu renung paduka
Hati nang jadi penuh dilemma
Kalau lah semua nafsu semata
Semoga semua adil adanya
                   Rasa bersalah lawan putusan
                   Menghukum wali punya ajaran
                   Paduka sultan hati tak nyaman
                   Tahta wan warga diperhatikan

MANGKUBUMI MASUK
Mangkubumi        : Assalamuallaikum Ayahanda paduka Sultan
Sultan                  : waallaikumussalam ananda Mangkubumi
Mangkubumi        : nampaknya ayahanda paduka Sultan sedang memikirkan sesuatu
Sultan                   : ananda Mangkubumi, aku hanya teringat akan Syech Abdul Hamid
Mangkubumi        : kenapa dengan Syech Abdul Hamid?
Sultan                  : bagaimana kalau ini semua memang tidak ada sangkut pautnya dengan politik yang dilakukan Pangeran Amir? Apakah ini hanya ketakutanku semata karena tidak ingin kekuasaanku direbut oleh Pangeran Amir? Kalau sampai masyarakat tau bahwa semua ini hanyalah siasat dari kita berdua maka tidak mustahil rakyat akan tidak bersimpatik lagi kepadaku.
Mangkubumi        : ayahanda paduka Sultan, hal itu tidak akan terjadi kalau semua yang bersangkutan akan kita singkirkan, Syech Abdul Hamid sudah dihukum kerangkeng dan direndam didasar sungai, pasti beliau akan mati, dan semua orang tidak akan ada yang mengetahui siasat kita, tenanglah, ini semua akan berjalan dengan sesuai rencana.
Sultan                   : sungguh, setelah kejadian itu aku merasa ada yang salah dalam diriku, saat aku memutuskan untuk menghukum beliau aku dalam keadaan yang dilema, di satu sisi aku harus berpihak kepada rakyatku, dan disisi lainnya ada ketakutan didiriku karena beliau adalah orang dari sisa rezim lama yang mana kalau dibiarkan akan mengancam kekuasaanku, namun, ada satu hal lagi dalam hati kecilku yang mengatakan aku merasa bersalah karena sudah menghukum salah satu tokoh agama terbaik di kesultanan ini. Apakah aku sudah melakukan tindakan yang salah?
Mangkubumi        : Ayahanda tidak salah, apa yang ayahanda putuskan itu adalah hasil dari musyawarah dengan beberapa tokoh ulama kan? Jadi itu bukanlah murni kesalahan ayahanda. Sudahlah ayahanda paduka Sultan, ingat, Syech Abdul Hamid kalau tidak disingkirkan akan banyak membawa kerugian di kekuasaanmu, beliau pasti mendukung pergerakan Pangeran Amir untuk melakukan perlawanan, dan yang paling penting saat ini adalah masyarakat kembali tentram karena orang yang sudah menyebarkan ajaran yang membingungkan atau sesat sudah tidak ada lagi, dan yang lebih penting adalah kekuasaanmu aman sekarang karena sudah disingkirkannya salah satu orang dari perlawanan Pangeran Amir. ingat ayahanda paduka Sultan, Ayahanda adalah pemimpin di kesultanan ini, pemimpin harus berpihak kepada rakyatnya dan harus mempertahankan kekuasaanya.
Sultan                   : apa yang kamu ucapkan itu ada benarnya juga ananda Mangkubumi. Semoga hal ini tidak terjadi lagi, dan orang seperti Syech Abdul Hamid tidak ada lagi di kesultanan Banjar ini.
PENGAWAL MASUK      
Pengawal             : izin masuk paduka Sultan
Sultan                   : ada apa Pengawal?
Pengawal             : daulat paduka Sultan, saya hanya ingin menyampaikan sebuah berita yang sangat penting paduka Sultan.
Sultan                   : berita penting apa Pengawal, cepat kau sampaikan kepadaku.
Pengawal             : ini mengenai Syech Abdul Hamid, beliau tidak mati setelah direndam didasar sungai, bahkan menurut keterangan masyarakat, beliau melakukan shalat fardhu ketika memasuki waktu shalat diatas kerangkeng yang terangkat keatas sungai, dan bahkan beliau masih sempat mengajarkan ilmu kepada sepuluh orang nelayan, kabar ini saya dapatkan dari orang di Hulu Sungai paduka Sultan.
Sultan                   : mustahil, bagaimana bisa beliau melakukan itu, kalau begitu kamu aku perintahkan untuk mengangkat Syech Abdul Hamid dari dasar sungai kemudian bawa beliau kehadapanku.
Pengawal             : laksanakan paduka sultan
PENGAWAL KELUAR
Sultan                   : ananda Mangkubumi, aku minta tolong kepadamu untuk memanggil Syech Muhammad Arsyad beserta Mahkamah Syariyyah, kali ini kita kembali memerlukan mereka.
Mangkubumi        : Baiklah paduka ayahanda paduka Sultan.
FADE OUT
FADE IN
Sultan                   : tuan Syech Muhammad Arsyad, kali ini saya mengharapkan tuan Syech mengeluarkan suatu pendapat tentang apa yang terjadi saat ini, bagaimana pendapat tuan Syech tentang Syech Abdul Hamid yang tidak bisa dibinasakan dengan cara direndam didasar sungai, dan bahkan beliau sempat melaksanakan shalat fardhu dan juga mengajarkan ilmu kepada sepuluh orang. Tolong tuan Syech berikan pendapat, saya sangat mengharapkannya.
Arsyad                  : mohon ampun paduka Sultan, satu hal yang harus Sultan pahami, bahwasanya apa yang orang-orang nilai terhadap Syech Abdul Hamid adalah keliru, ini merupakan pembuktian bahwasanya beliau tidak sesat seperti apa yang Sultan dan orang-orang pikirkan.
Sultan                   : lantas apa yang harus saya lakukan, kalau saya membiarkan Syech Abdul Hamid mengajarkan ilmunya maka itu akan semakin memperparah keadaan, seperti yang sudah saya sampaikan kepada Syech, banyak masyarakat yang menjadi bingung dan bahkan ada yang kehilangan akal warasnya setelah mengikuti ajaran dari Syech Abdul Hamid, takutnya ini akan menjadi kemusryikan dan menggoyahkan akidah keagamaan. Tidak ada pilihan lain selain harus menyingkirkan beliau.
Arsyad                  : semua keputusan ada ditangan Sultan, namun saya sangat menyayangkan hukuman ini harus dilakukan, saya dan Syech Abdul Hamid sudah bagaikan saudara ketika kami sama-sama menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Dan kalaupun hukuman ini terjadi, semoga ini merupakan keputusan yang tepat.
PENGAWAL MASUK
Pengawal             : (Dari kejauhan) Syech Abdul Hamid tiba di kesultanan !!
SYECH ABDUL HAMID MASUK
KEDATANGAN SYECH ABDUL HAMID DIIRINGI GEMURUH DZIKIR.
Abdul Hamid        : Assalamuallaikum Warahmatullah Wabarakatuh
All                         : Waallaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Sultan                   : tuan Syech, sekarang saya sadar bahwa ilmu yang tuan miliki memang benar adanya dan orang yang mengatakan bahwa tuan Syech tidak mengerjakan shalat itu juga tidak benar, setelah beberapa orang yang menyaksikan tuan Syech shalat setiap kali waktu shalat fardhu tiba diatas kerangkeng yang terangkat ke atas permukaan air, tetapi saya mohon pengertian tuan Syech untuk memahami keadaan masyarakat saat ini sebab mereka masih banyak yang belum mengerti tentang ilmu yang diajarkan tuan Syech sehingga mereka banyak yang menjadi bingung bahkan menjadi sesat, sedangkan ini semua adalah tanggung jawab saya sebagai Sultan dikesultanan Banjar ini.
LAMPU MENYOROT KEPADA SYECH ABDUL HAMID DAN SYECH MUHAMMAD ARSYAD, TERJADI PERCAKAPAN BATHIN ANTARA KEDUANYA.
Arsyad                  : adidnda Syech Abdul Hamid, keadaan makin keruh apakah tidak sebaiknya ini dihentikan?
Abdul Hamid        : Keruh itu berasal dari diri manusia bukan dari luar manusia
Arsyad                  : Apakah yang membuat diri manusia keruh?
Abdul Hamid        : Sebab manusia memberi ruang sebesar-besar untuk dirinya, namun tidak untuk pikirannya. Memberi kesempatan seluas-luasnya bagi kepentingannya namun mempersempit ruang untuk akalnya.
Arsyad                  : Apakah akal dan pikiran tak menarik hati sehingga tak diberikan ruang itu?
Abdul Hamid        : Selalu menarik bagi hati namun tak menarik bagi nafsu. Maka hatinya sepi dan berpenyakit karena tak pernah mengambil pelajaran.
Arsyad                  : Bukankah pelajaran terhampar pula di luar dirinya, untuk membantu dirinya membaca dan mengambil pelajaran secara lebih mudah karena tak kuasa mengambil pelajaran dari dirinya sendiri?
Abdul Hamid        : Semua terhampar secara terang-terangan maupun remang-remang. Yang membuat “rusak” adalah hati yang teracuni. Racun tersebut berasal dari nafsu yang tidak mempertautkan diri kepada akal dan pikiran.
Arsyad                  : Untuk akal yang terkungkung, bagi pikiran yang terkurung, bukankah perlu ada ruang bebas seseorang untuk belajar tanpa dibelenggu pemahaman yang dinda lakukan?
Abdul Hamid        : Aku tidak membelenggu apapun, aku membebaskan mereka untuk mampu melihat kenyataan.
Arsyad                  : Bagaimana dinda membebaskan sedangkan manusia terjebak pada kotak yang tak ia temukan keluasan?
Abdul Hamid        : tidak akan ia temukan kotak itu ketika ada tuhan yang tiada batas dalam kesadaran kesaksian hidup matinya.
Arsyad                  : adinda, orang di luar sana tak langsung berjumpa Tuhan hanya dengan bernafas dan melihat, tak semua orang menemukan Tuhan hanya dengan melihat gelap terang, tak semua manusia mampu. Manusia perlu mengenal garam untuk mengenal asin. dinda membuat semua orang seolah-olah langsung paham kepada asin hanya dengan melihat laut, sedangkan banyak jiwa memerlukan pengalaman rasa melalui garam.
Abdul Hamid        : Adalah hal yang wajar apabila manusia memerlukan tahap mendaki dan terjal. Bukankah kanda tahu bahwa aku tak menguakkan apapun kecuali apa yang Tuhan kehendaki untuk dikuakkan?
Arsyad                  : Apakah mungkin itu kehendak Tuhan, dan bagaimana apabila ternyata itu merupakan ujian menahan diri dimana seharusnya yang kita sangka perlu dikuakkan itu semestinya justru harus tersembunyi?
Abdul Hamid        : tuhan tidak menyembunyikan ciptaannya, titahnya, tuhan tidak menyembunyikan langit, manusia, semesta, yang merupakan tajallinya. Manusia yang sering menyembunyikan tuhan karena menghambat pelampiasan dan pemuasan semu dan sesaat.
Arsyad                  : Tapi Tuhan tetap membuat aurat yang tak untuk diumbar akan tetapi justru harus ditutupi. Itulah makna dari kemurahan.
Abdul Hamid        : Menurut kanda, aurat apa yang tengah aku umbar?
Arsyad                  : Aurat itu adalah pena, yang perlu diumbar adalah tulisannya. Aurat itu kejayaan yang perlu diumbar adalah kesantunan. Aurat itu adalah penyatuan diri kepada Tuhan, yang perlu diumbar adalah kemahiran dalam menjaga keindahan perbedaan.
Abdul Hamid        : Apakah aku salah? Sedangkan aku menyampaikan ragam pelajaran yang bisa diambil sebagai bagian perbedaan, lantas mengapa aku harus sama, sedangkan aku tak lagi merasa perbedaan itu harus dipaksa untuk sama?
Arsyad                  : Aurat itu adalah keteguhan Tauhid, yang perlu diumbar adalah pengabdian. Aurat itu adalah ‘Aku’ yang perlu diumbar adalah ketiadaan. Aurat itu adalah Allah, yang perlu dipertontonkan adalah insan yang berakhlak mulia.
Abdul Hamid        : Dimana letak kemuliaan manusia? sedangkan kemuliaan semata hanya milik-Nya?
Arsyad                  : Letak kemuliaan insan adalah kekosongan dirinya pada kemuliaan. Sehingga ia bekerja dengan isi kemuliaan yang ditaburkan Allah atas dirinya.
Abdul Hamid        : Apakah kanda tega memenggal kesadaran bertuhan, hanya karena manusia-manusia yang tidak memahami? Apakah tega membiarkan ketidaktahuan mereka menjadi singgasana yang ia sembah? Apakah tega membiarkan ketidaktahuan mereka mencampakkan keberadaan Tuhan karena yang harus ada hanyalah diri mereka sendiri. Apakah kanda membiarkan banyak manusia nestapa karena kebodohannya? Akankah kanda tega pikirannya hanya digunakan untuk memikirkan hidupnya, dan akalnya hanya untuk mengakali kehidupan? Akankah? Tegakah?
Arsyad                  : adidnda, Demi Allah dan Nabi Muhammad tidak akan benar jika aku tega atas sebuah pertumbuhan. Tak benar aku sedang tega membiarkan beberapa cabang dan ranting suatu pokok harus terpotong jika tanaman justru menjadi tumbuh sehat setelahnya. Tak benar aku disebut sedang tega hanya karena membiarkan akar bibit padi tercerabut untuk berpindah ke lahan yang lebih luas. Tak bisa disebut tega jika aku harus membatalkan calon buah nangka jika batang pohon belum cukup sanggup menopang. Diriku justru sedang tidak tega jika akar-akar ringkih bibit padi yang tengah ingin berjuang menjajaki hidup itu harus diberi beban menghasilkan bulir-bulir padi secepatnya. Diriku sungguh sedang penuh ketidak-tegaan hati pada batang-batang muda pokok nangka, jika harus dibebani sebuah tuntutan untuk mampu menunjukkan gelantung-gelantung buahnya.
Abdul Hamid        : Lantas, kini apa maunya kanda?
Arsyad                  : Aku takut memiliki kemauan jika kemauan tersebut ternyata bukan dari-Nya. Maka aku tidak menginginkan apapun selain pe-ngerti-an. Semuanya bekerja dengan sebuah irama saling pengertian. Siang mengerti kapan benderang dan malam mengerti kapan ia mengambil alih siang dengan menghadirkan keredupan. Ada purwa ada purna, ada yang bermula dan ada yang usai. Ada yang tampak ada pula yang tersembunyi. Biarkan pitutur yang nampak menuturkan hal yang nampak, biarkan pitutur yang tak nampak menuturkan hal yang tidak nampak. Biarkan yang aurat menjadi aurat, yang wedana menjadi wedana. Semua bekerja dengan pengertian agar keteraturan hadir. Sehingga keteraturan itu kemudian mendorong hati dan akal manusia untuk mengenal siapa Maha Mengatur dan Menaungi kehidupan dengan begitu teratur ini. Pengertian hanya bisa ditempuh oleh pihak yang mengerti. Maka, jika pihak yang mengerti tak menjalankan pengertian, bagaimana ia bisa disebut sedang mempersaksikan Tuhan, sedang Tuhan terhalangi oleh makhluk-Nya sendiri.
Abdul Hamid        : baiklah kalau begitu, aku rela.
PERCAKAPAN BATHIN SELESAI, LAMPU KEMBALI NORMAL
Abdul Hamid        : (Kepada Sultan) kalau begitu baiklah, dan mungkin juga ajalku sudah dekat.
Sultan                   : saya sebagai Sultan dan mewakili seluruh rakyat disini mengucapkan maaf dan ampun serta terimakasih yang setinggi-tingginya atas pengertian tuan Syech Abdul Hamid atas semua masalah ini.
Abdul Hamid        : jika Sultan ingin menghabisiku haruslah menggunakan senjata milikku yang ada di dinding rumahku, kemudian tusukkan senjata itu di punggungku. Namun sebelum itu aku minta waktu untuk menunaikan shalat sunat dua rakaat terlebih dahulu, setelah salam silahkan langsung tancapkan senjata itu di punggungku.
Sultan                   : baiklah kalau begitu, silahkan Syech melaksanakan shalat sunat dua rakaat, saya akan menyuruh pengawal untuk mengambil senjata dirumah Syech. (kepada pengawal) pengawal, pergi kerumah Syech Abdul Hamid dan ambil senjata yang ada didinding rumah beliau.
Pengawal             : laksanakan paduka Sultan.
PENGAWAL KELUAR
SYECH ABDUL HAMID MELAKUKAN SHALAT SUNAT DUA RAKAAT, SETELAH SALAM DITANCAPKANLAH SENJATA ITU KE PUNGGUNG BELIAU OLEH ALGOJO, SEKETIKA MENGALIRLAH DARAH YANG BERLAFAZKAN “LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADUR RASULULLAH”.
BLACK OUT
SELESAI