Senin, 18 Juni 2018

Sketsa Meja Makan


SKETSA MEJA MAKAN
(FAISAL REFKI – 18/06/2018)

SINOPSIS :
“Aku tau berbicara denganmu akan semakin membuatmu benci terhadapku, kau harus tau bahwa itu semua adalah buah keegoisanku”

TOKOH :
AYAH : 57 Tahun
ANAK : Laki-Laki – 25 Tahun


SETTING RUANG DAN WAKTU :
Meja Makan – Malam Hari – Masa Kini









DIDALAM RUANG MAKAN ADA SATU MEJA MAKAN UKURAN SEDANG DAN DUA KURSI POSISI SALING BERHADAPAN DIKEDUA SISI MEJA, TELIHAT MAKANAN SEDERHANA, SATU LAMPU PIJAR MENGGANTUNG DIATAS MEJA MAKAN.
ANAK DAN AYAH SEDANG MAKAN TANPA KELUAR SEPATAH KATA PUN DAN TERLIHAT TIDAK SALING MENGHIRAUKAN. KEMUDIAN AYAH MENCOBA MEMULAI PERCAKAPAN.

Ayah   : (menghentikan makan, dengan tenang) nak, jangan selalu menyalahkan dirimu, ikhlaskan saja kepergian ibumu, ayah tau bagaimana peraaanmu saat ini, ayah juga pernah merasakan seperti apa yang kamu rasakan saat ini, disaat kepergiannya tanpa bisa berbuat apa-apa, ayah tau sebagai anak kita harus berbakti kepada orangtua sekalipun sampai akhir hayatnya. Nak, ketahuilah, itu semua bukan sepenuhnya salahmu, salah ayah yang membentukmu sampai seperti ini, salahkan ayah yang tidak bisa mendidikmu, tidak mengajarkanmu ilmu agama, maafkan ayah yang hanya menginginkan anaknya pintar dalam urusan dunia tanpa tau tentang ilmu agama. Kepergian ibumu membuat ayah sadar bahwa yang dibutuhkan orang tua bukanlah harta dan kekuasaan, namun doa anak yang sholeh. Semoga kamu tidak seperti ayah, semuanya belum terlambat, usiamu masih muda, perjalananmu masih panjang, jadikan hidupmu berharga dengan belajar kebaikan. Sekali lagi tolong maafkan ayah.
Anak   : (menghentikan makan kemudian pergi meninggalkan ayahnya)

SELESAI


Jumat, 15 Juni 2018

Pertiwi Tak Mati


Judul Naskah
PERTIWI TAK MATI
Karya : Ahmad Yamani

Sinopsis :
“Manusia lahir dengan keberagaman dan sudah semestinya itu menjadi kekuatan manusia itu sendiri. Kehidupan ini adalah sebuah keseimbangan yang hitam putih. Hal itu sudah menjadi ketentuan Tuhan. Bahkan seberapapun manusia mencoba membunuhnya, tetap saja ia tak aka mati. Merusaknya hanya akan memunculkan permasalahan yang baru, yaitu kekosongan jiwa pada manusia itu sendiri.
Seperti negeri ini yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Aku meyakini bahwa pertiwi tidaklah mati. Ia ada di segala tatanan kehidupan ini.”

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(Qs. al-Hujurat: 13)
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
(Qs. Al-Hujurat: 7)

Dramatic Personae :
Pilpol
Pilma
Pilbu
Tiwi
Manusia-manusia
Sosok-sosok


“PERTIWI TAK MATI”
Karya : Ahmad Yamani

PANGGUNG MENGGAMBARKAN RUANG DISKUSI TERTUTUP. DENGAN DESIGN RUANG MENGGAMBARKAN SIMBOL-SIMBOL KEBERAGAMAN MANUSIA.
SUASANA MENCIPTAKAN KETEGANGAN DARI PARA ELITE YANG SEDANG MEMPERDEBATKAN PERMASALAHAN YANG MENYEBABKAN KRISIS PERSATUAN.
Pilpol                          :    Suara-suara semakin bising. Kata-kata menggedorkan ketegangan. Jiwa-jiwa berontak. Ironi.
Pilbu                           :    Manusia itu kehilangan bagian dalam dirinya. Angin simpang siur membawa kearah ambisi yang memuncak. Manusia seperti teka-teki yang tak pernah bisa dipecahkan.
Pilma                           :    Aku melihat malaikat mengunci sayapnya. Ada yang murka karena kita tidak lagi setia. (Berbicara kepada Tuhannya) Jikapun seluruh bumi memalingkan diri, sudilah kau tak memalingkan wajahMu kepadaku. Wahai keagungan doaku.
Pilbu                           :    Apa dia mendengarkan?
Pilma                           :    Dia mengasihi bahkan pada sebutir debu tak terlihat. Dia ada lebih dari udara yang memenuhi semesta juga pada tetes air yang terkubur di dasar bumi paling dalam.
Pilbu                           :    Ooohhh.. teka-teki ini. Kau biarkan kami mati dalam makna kebuntuan.
Pilpol                          :    Kalian terbawa arus emosi tak terkendali. Biarkan kita merasakan tusukan angin. Teka-teki memang menciptakan berbagai kemungkinan. (berfikir lalu mengucapkan sesuatu) Manusia, dan teori kemanusiaan.
Pilbu                           :    Teori kemanusiaanpun tak dapat meredakan masalah manusia.
Pilpol                          :    Manusia terlalu beremosi.
Pilbu                           :    Setiap manusia adalah potensi kerusakan ini. Kebenaran telah di klaim berdasarkan kehendak pribadi.
Pilpol                          :    Emosi semakin tak terkendali. Itu adalah kelemahan. Kita harus melumpuhkannya.
Pilma                           :    Ooohhh mimpi buruk manusia. Kau akan membuatNya murka. Bahkan bumi akan terkoyak-koyak juga tubuhmu akan tertusuk ribuan belati. (berbicara kepada Tuhannya) Seperti Kau memberi segala semesta, maka juga berilah kami belas kasihMu.
Pilpol                          :    Kita dipenghujung jalan dan sudah semestinya diputuskan.
Pilma                           :    Kau akan dibinasakan kutukan. Aku merasakan kehancuran, sesuatu akan menembus dan mencabik-cabik jiwamu.
Pilpol                          :    Jika tidak ada kesepakatan, maka kau aka kumusnahkan. (terjadi tindakan pembunuhan terhadap Pilma) Temuilah Dia bersama udara yang berlari mencariNya.
Pilma                           :    Aku adalah udara dan akan berlari menghantam pikiranmu, Bersamalah dengan ketakutan itu.
Pilbu                           :    Kau membinasakan segala kehidupan dan keseimbangan.
Pilpol                          :    Dia adalah ketakutan.
Pilbu                           :    Kau hanya akan menciptakan sesuatu yang lebih buruk.
Pilpol                          :    Jika kau tak diperlukan, kau juga akan menjadi kehampaan. Kau akan tetap hidup tapi pada tempat yang tak kau inginkan.
                                        Baiklah… kesepakatan telah diraih, kita akan ciptakan kesetaraan dan menghancurkan segala emosi kemanusiaan.

 (BLACK OUT)

            PANGGUNG MENGGAMBARKAN PERTIKAIAN YANG TERJADI PADA PUNCAK KEMANUSIAAN. MANUSIA SALING MENINDAS. TERGAMBAR PEMBUNUHAN YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN DI SEGALA LINI MASYARAKAT. RASISME, PERBEDAAN PAHAM, KEYAKINAN, IDEOLOGI, DAN ETNOSENTRIS YANG TAK TERBENDUNG. TIWI-TIWI MENJADI KORBAN DARI PERTIKAIAN YANG TERJADI.

Manusia 1                  :  Ini adalah puncak nurani kemanusiaan, kau yang menindas kami akan binasa disini.
Manusia 2                  :  Akan kubunuh kebenaran yang kau yakini.
Manusia 3                  :  Yang kuat akan bertahan di sini karena yang kau anggap kebenaran tak lagi dapat kami percayai.
Manusia 4                  :  Kaummu penindas, itu yang kau sebut kebenaran? Apa yang kau pahami adalah kesalahan.
Manusia 5                  :  Kau tersesat… akan kutunjukkan jalan kemana kau akan melangkah

            KEADAAN MANUSIA SEMAKIN MEMBURUK. MAYAT-MAYAT BERGELEMPANGAN DAN PENUH DARAH. LALU SEORANG TIWI BANGUN DARI TUMPUKAN MAYAT.
Tiwi                             :   Matahari memerah menyayat-nyayat seluruh bagian bumi. Tanah rekah menyantap bangkai-bangkai tirani. Anak-anak kehilangan ibu. Air susunya berganti menjadi nanah. Anak-anak meminum nanah. Tolong ibu??
Pilpol                         :   Pertiwi telah kehilangan dirinya.
Tiwi                           :   Ibu… Kemana ibu?
Pilpol                         : Akulah ibumu… ikutlah bersamaku. Seuatu yang hilang akan tergantikan.
Tiwi                           :  Kemana?
Pilpol                         :  Sesuatu yang baru, yang manusia idamkan sejak dulu.

(BLACK OUT)

           PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANG/DIMENSI YANG ASING. TERDAPAT SEBUAH TEMPAT TIDUR YANG MENGIKAT. TEMPAT PEMBENTUKAN MANUSIA YANG BARU. DESIGN RUANG MENYIMBOLKAN PEMBUNUHAN TERHADAP PERBEDAAN MANUSIA.
           (PARA AKTOR MELAKUKAN ADEGAN PEMBUNUHAN TERHADAP KEMANUSIAAN SI TIWI DAN MELAHIRKAN MANUSIA DENGAN JIWA YANG BARU. JIWA TANPA EMOSI DAN PERBEDAAN DAN MENJADI CIKAL BAKAL MANUSIA YANG SETARA.)

Tiwi                           : Aku yang lahir bahkan tak dapat mengenali siapa-siapa.
Pilpol                         :  Tak perlu mencari cahaya yang ditelan hitam. Masa lalu adalah kelemahan. Inosnasiya negeri khayalan para pembaharu sistem peradaban yang rusak. Kau menjadi bagian dari kami.
Tiwi                           :  Aku mencari sesuatu yang sepertinya hilang.
Pilpol                         :  Kelemahan sudah seharusnya dibuang. Kita adalah jiwa yang dibangun untuk menyelesaikan rintihan moyang yang pesakitan.
Tiwi                           :  Dimana ibuku?
Pilpol                         :  Aku akan mengantarmu. (KEDUANYA MENINGGALKAN PANGGUNG)
(BLACK OUT)
            SUASANA KEHIDUPAN MANUSIA ABU-ABU. SEPERTI DALAM KEKOSONGAN. MELAKUKAN AKTIVITAS  SEOLAH-OLAH DIKENDALIKAN DAN DIJAUHKAN DARI KEMAUSIAANNYA.
            TERDAPAT BUNGKUSAN TERTUTUP DAN RAHASIA MANUSIA DILARANG MENGETAHUINYA. SEPERTI BUKAN SESUATU YANG BERARTI. MEREKA HANYA MELAKUKAN AKTIVITAS SEPERTI MANUSIA BIASANYA.
Manusia 1                   :    Selamat pagi….hari ini… sangat bahagia…bagaimana harimu
Manusia 2                   :    Selamat pagi…hari saya juga bahagia..seperti biasa…sama seperti hari-hari biasanya.
Manusia 3                   :    Bagus…semoga besok juga akan bahagia sama seperti hari ini dan hari-hari berikutnya. Sampai jumpa lagi.
Manusia 2                   :    sampai jumpa lagi.

(PARA AKTOR TERUS MELAKUKAN PERTANYAAN YANG SAMA BERULANG-ULANG KEPADA YANG LAINNYA DAN SEMAKIN TERASA KEKOSONGAN KEMANUSIAAN )
            BEL BERBUNYI. SUARA YANG ENTAH DARI MANA DAATANGNYA. SEPERTI SEBUAH PERINGATAN UNTUK MELAKUKAN SESUATU.
Manusia 1                   :   sekarang waktunya makan siang…ada roti dan air untuk ku makan. Bagaimana denganmu.
Manusia 2                   :   Begitu juga…ada roti dan air seperti biasa….sama seperti hari-hari biasanya.
Manusia 1                   :   Bahagia hari ini…selamat makan
Manusia 2                   :   Bahagia hari ini….selamat makan

            SETELAH SEMUA SELESAI MAKAN. BEL BERBUNYI LAGI UNTUK KESEKIAN KALINYA
Manusia 1                   :    Waktu makan siang sudah habis…aku harus bekerja lagi
Manusia 2                   :    Aku juga akan kembali bekerja. Seperti biasa….sama seperti hari-hari biasanya.
Manusia 1                   :    Baiklah…selamat bekerja.
Manusia 2                   :    Selamat bekerja

(PARA AKTOR MELAKUKAN AKTIVITAS SESUAI PEKERJAANNYA MASING-MASING)
            MUNCUL PARA SOSOK-SOSOK BERWAJAH MENYERAMKAN. SEPERTI SESUATU YANG MENGGAMBARKAN GEJOLAK KEMANUSIAAN  YANG TERKURUNG DAN BERDESAKAN MENCARI JALAN. WAKTU SEAKAN MEMBANTU. SOSOK KELUAR…AKTIVITAS BERJALAN SEPERTI BIASA DAN SUARA BEL MUNCUL LAGI. AKTIVITAS BERAKHIR UNTUK HARI INI
            PILPOL BERSAMA TIWI MEMASUKI PANGGUNG.
Pemimpin                    :    terima kasih atas keteraturan hari ini. Peradaban Inosnasiya terus berkembang. Kita adalah pencipta kemajuan ini. Mimpi para moyang-moyang yang tak kunjung menemui keharmonisan. Perbedaan adalah ketakutan yang menciptakan kerusakan, ini kesalahan ibu terdahulu. tak mengapa, kita selalu memperbaikinya. (tertawa aneh) (menunjuk kearah Tiwi) Ia mencari ibunya… Mari tunjukkan padanya apa yang dia minta.
Manusia                       :    Peradaban ini adalah mimpi manusia.
Manusia 1                   :    Ibu yang lama sudah menghilang dalam peradaban terdahulu… Ibu yang baru adalah kemajuan manusia.
Manusia 2                   :    Kau akan menemukan ibumu disini.
Tiwi                             :    Ibu…. Ya. Ibu… Aku menginginkannya.
Pilpol                           :    Kalian sudah mulai berbaur. (tertawa aneh)

(BLACK OUT)

            PANGGUNG MENGGAMBARKAN RUANG SEPERTI PENJARA BAGI KEBEBASAN MANUSIA. KEADAAN SEMAKIN MEMBISU DAN SEMAKIN MENGALAMI KEKOSONGAN YANG DALAM. ADA YANG BERBICARA NAMUN SEPERTI TAK BISA MENYENTUH PERMUKAAN. TIWI SEMAKIN MERASA ASING DENGAN KEBERADAANNYA.

Tiwi                 :    Seperti aku mendengar ibu di segala arah. Ada yang berontak dan menginginkan keluar. Tapi apa? Aku tak dapat mengartikan diriku. Aku seakan tak terlahir… Dimana kemanusiaanku…. Dimana ibu? Aku tak bisa menemukanmu di segala kitab manusia… (terdiam ditelan kekosongan)
                             Tidak…. Aku hanya belum mengenal keadaan ini. Aku hanya perlu patuh.  (terjadi pemberontakan jiwa pada Tiwi)

            (SUASANA MENJADI REDUP. TIWI TERTIDUR DALAM KEGELISAHANNYA, PARA SOSOK MUNCUL SEPERTI PENGGAMBARAN PERGEJOLAKAN EMOSI YANG SEMAKIN MENCARI CELAH UNTUK KELUAR KE PERMUKAAN. SUASANA SEMAKIN MENAKUTKAN.)

            SUASANA MENJADI SEPERTI SEMULA. BEL BERBUNYI. PARA AKTOR MELAKUKAN AKTIVITAS SEPERTI BIASA. TIWI MEMBAUR DENGAN KEADAAN SEKITAR.
Manusia 1       :    Selamat pagi… Hari ini sangat bahagia. Bagaimana harimu?
Tiwi                 :    Aku tidak tahu.
Manusia 1       :    Itu jawaban yang salah!!! Kau tak seharusnya mengatakan yang tidak diajarkan. Kau akan membuat ibu marah.
Tiwi                 :    Seingatku ibu tak pernah mengajari keharusan ini. Kalian seperti tidak memiliki kontrol terhadap apa yang kalian ucapkan.
Manusia 1       :    Tak apa… Kau hanya belum terbiasa, (meninggalkan Tiwi)
Tiwi                 :    Tunggu… tunggu… ahh. Keadaan ini semakin tak dapat dimengerti. Mereka melakukan sesuatu yang mereka kendalikan. Ada sesuatu yang hilang. Tapi apa?
            (TIWI MELIHAT MANUSIA DI SEKITARNYA YANG JUGA MELAKUKAN HAL YANG SAMA DAN TERUS DIULANG)
Tiwi                 :    Kalian mengulang hal yang sama?.... (tidak dihiraukan) Mengapa kalian selalu mengulangnya (kepada yang lain) Heii…. Heii… Hei… Kenapa kalian menjadi seperti ini… keadaan ini terjebak kekosongan (semakin ketakutan).
            MENCARI SESUATU YANG DAPAT MENJAWAB PERTANYAANNYA DAN MELIHAT SEBUAH BUNGKUSAN YANG TERTUTUP. SEOLAH ADA YANG MEMANGGILNYA DAN SEPERTI SEBUAH PENGHARAPAN. TIWI MENDEKATI DAN MENCOBA MEMBUKANYA. DAN SEAKAN KEKOSONGAN ITU TERISI NAMUN EMOSI TERSEBUT MASUK DAN MENDESAK. TIWI SEMAKIN MENGALAMI KEADAAN YANG MENYAKITKAN.
            SUARA BEL BERBUNYI, NAMUN TIDAK SEPERTI BIASANYA. TANDA SEBUAH KESALAHAN. PILPOL MEMASUKI PANGGUNG.

Pilpol               :    Kau diliputi rasa penasaran. Kau melewati batas yang tak seharusnya kau lewati dan itu dilarang di sini.
Tiwi                 :    Kau membunuh kami!!! Kau membunuh ibu!
Pilpol               :    Kau benar-benar tak mengerti!! Aku bertindak dengan baik untuk kalian.
Tiwi                 :    Kalian dalam kekosongan!! Kalian didustakan!!! (kepada manusia-manusia)
Pilpol               :    Ini adalah keseimbangan!! Kau tak mengerti! Orang-orang terdahulu adalah kesalahan.
Tiwi                 :    Ini bukanlah keseimbangan. Kau tidak memperbaiki apapun. Kau melumpuhkan kemanusiaan!!!
Pilpol               :    Ini adalah persatuan yang diimpikan manusia terdahulu. Kau hanya belum mengenalnya.
Tiwi                 :    Aku mengenal ibuku!!!
Pilpol               :    Tidak!!! Kau sama sekali tak mengenal ibumu!! Ia sudah lama mati!
Tiwi                 :    (Menangis)
Pilpol               :    Kau harus dibersihkan. (Membawa Tiwi)
Tiwi                 :    Kalian terpenjara….. Kalian Melupakannya… Kalian Sudah dibutakan… Ia masih belum mati !!! (berteriak meyakinkan)
PILPOL DAN TIWI KELUAR PANGGUNG. MANUSIA MULAI KEBINGUNGAN DENGAN APA YANG TERJADI.
(BLACK OUT)
            KEMBALI PADA RUANG/DIMENSI YANG ASING DAN TERPENJARA. TIWI TERIKAT PADA SEBUAH TEMPAT TIDUR YANG MENGIKAT. PILBU BERBICARA DENGAN TIWI.
Pilbu                :    Kau mengetahuinya?
Tiwi                 :    Kau tak bisa membunuh sesuatu yang lahir bersama setiap manusia.
Pilbu                :    Ini terjadi sejak manusia tak bisa menjaga hasrat individualisnya. Manusia tak bisa membendung emosinya. Mereka tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Saat itu, mereka berada pada situasi yang mengerikan. Saling tikam satu sama lainnya. Persatuan adalah cita-cita yang diimpikan manusia sejak dulu. Tapi manusia selalu serakah. Masing-masing etnis mengagungkan dirinya sendiri. Perbedaan manusia dianggap suatu kesalahan yang tak bisa ditolerir. Lalu….
Tiwi                 :    Mereka mencoba membunuh satu sama lainnya agar salah satu dari mereka bisa hidup dengan damai.
Pilbu                :    Siapa yang kuat dia yang menang.
Tiwi                 :    Ini bukan yang diinginkan ibu.
Pilbu                :    Tidak semua dari mereka mengerti yang disebutkan pertiwi.
Tiwi                 :    Lalu kalian menciptakan manusia setara dan mengurung segala emosi manusia.
Pilbu                :    Tak ada jalan lain..
Tiwi                 :    Kita tak pernah kehilangan jalan.
Pilbu                :    Aku juga berharap hal yang sama.
Tiwi                 :    Kau berpihak kepadaku?
Pilbu                :    Kaulah Ibu pertiwi!!! Aku akan lakukan apa yang kau katakan.
Tiwi                 :    Kita akan memperbaikinya.
(PILBU MELEPASKAN TIWI DARI IKATANNYA)

            PILPOL MEMASUKI PANGGUNG DAN TERJADI PERLAWANAN. PADA SISI YANG INGIN MEMPERTAHANKAN KEADAAN DAN SISI YANG INGIN MENGEMBALIKAN TATANAN KEHIDUPAN MANUSIA. HINGGA PILPOL TERBUNUH. AWAL DARI USAHA PENGEMBALIAN INGATAN MANUSIA DAN PENYEBARAN EMOSI KEPADA MANUSIA.

            MANUSIA DALAM KEADAAN SEMAKIN TAK TERKENDALI. TATANAN KEMANUSIAAN SEMAKIN TAK DAPAT DIKENDALIKAN DAN MENGALAMI KERUSAKAN. PENGGAMBARAN EMOSI TERBUKA DAN MERASUK KEDALAM KEHIDUPAN MANUSIA. HINGGA TAK DAPAT DITAHAN. MANUSIA MERASA KESAKITAN DAN KEJUTAN DILUAR KEMAMPUAN MANUSIA.

Tiwi                 :    Keseimbangan telah hancur. Kalian sudah membunuhnya. Tak seharusnya seperti ini. Kalian menciptakan sistem penghancur kehidupan. Kalian telah mendurhakai. Keseimbangan tak lagi memiliki kekuatan, ini akan berakhir mengenaskan.

(MANUSIA MEMBUNUH DIRINYA SENDIRI KEADAAN SEMAKIN MENCAPAI KLIMAKS)
TIWI MELANGKAH PERGI MENINGGALKAN PANGGUNG.
Pilbu                :    Kau mau kemana?
Tiwi                 :    Aku ingin mencari potensi kemanusiaan yang tersisa.
Pilbu                :    Tunggu, kau akan memerlukanku! Biarkan aku memperbaiki apa yang sudah ku biarkan rusak.
Tiwi                 :    Ya.. Aku memerlukanmu.

Koor :

Menangis pertiwi, anaknya mati.
Dunia tergoncang kehilanganmu.
Bahwa sebenarnya kau tak mati.
Semangatmu ada di segala sukma.
Luka melihat negeri ini tak kendali.
Derita ini pasti, menghantam jiwa yang jauh pergi.
Kami kembali.

(BLACK OUT)
ENDING.




           













Nyanyian Padi


“NYANYIAN PADI”
Karya : Ahmad Yamani

LAMPU FADE IN. PANGGUNG MENGGAMBARKAN LADANG PERSAWAHAN SIANG HARI, PA ILHAM TERLIHAT SEDANG MENANAM PADI DI SAWAH BERSAMA WARGA YANG LAIN. TERDAPAT PONDOKAN DI TEPIAN SAWAH TEMPAT PERISTIRAHATAN PARA PETANI. MUSIK MENGALUN SUASANA PERSAWAHAN. TERDENGAR LAMAT-LAMAT SUARA PA ILHAM MENYANYIKAN LAGU YANG TAK JELAS LIRIKNYA TERLIHAT SANGAT KHUSYU’ SEPERTI MERASAKAN KENANGAN-KENANGAN YANG MAMPIR DI HATINYA. SESEKALI BATUK.

ADEGAN I
Pa Amat            : Baru mulai menanam hari ini pa Ilham?
Pa Ilham            : Kemarin badanku terasa meriang.
Pa Amat            : Pantas saja Mira kemarin bolak-balik ke warung beli obat, selalu buru-buru bila ditanya. Tidak diperiksa ke puskesmas pa?
Pa Ilham            : Cuman meriang biasa, obat warungan saja sudah topcer!!
Andi                  : Iyaa, kan pa Ilham ini selalu merasa sehat bila berada di sawah, bisa sakit kalau terlalu lama tidak pergi ke sawah hahahaa
Pa Amat            : Dasar JANGPUK ngawurr!!!!
Bujang               : Jangpuk??
Pa Amat            : Bujang Lapuk hahahaa
Bujang               : Yeee, aku ini banyak yang naksir, cuman aku nya saja yang tidak mau.
Pa Amat            : Memang kamu maunya yang seperti apa?
Bujang               : ya jelas yang pintar, cantik, dan baik hatinya. Hahaaa siapa tau bisa memperbaiki keturunan kan? (melirik pa Ilham)
Pa Amat            : Tidak tahu diri, bujang item. Sok-sokan mau pilih-pilih.
Bujang               : Kan tidak ada larangan untuk bermimpi.! (menimpuk pa Amat dengan tanah)
Pa Ilham            : Hahaha… Sudah mat. Sudah jadi merah muka nya si bujang karena kau ejek terus. Insyaallah bujang kau bisa dapat jodoh seperti yang kau mau bila kau terus jadi orang yang baik.
Pa Amat            : Mana bisa muka bujang itu jadi merah, muka gelap begitu. hahahaa
Bujang               : (Tak menghiraukan pa Amat) Beneran pa Ilham?
Pa Amat            : Iya.. tapi kalau tujuan kau itu Mira, mana mau pa Ilham merestui. Hahahaa
Pa Ilham            : (Tertawa)
Bujang               : Nasiiiib ya nasiiiibbb, mengapa begini.. (bernyanyi kesal)
DI TENGAH PERBINCANGAN, MIRA DATANG MEMBAWAKAN MAKAN UNTUK PA ILHAM.
Mira                   : Pa, Mira bawa makanan, bapa istirahat dulu.
Bujang               : Oh pucuk di cinta ulam pun tiba (kepada Mira) kau datang di waktu yang tepat, dikala abang sedang terhimpit dan kehilangan kekuatan untuk memperjuangkanmu.
Pa Amat            : (Menimpuk bujang) bikin malu!!
Bujang               : Yeeee, biarin…
Mira                  : (Tertawa) Bang Bujang ada-ada saja. Ayo pak!
Pa Ilham            : Iya Mira..
Bujang               : Oh Tuhan, tawanya….
Pa Ilham            : Kamu mau ikut makan bersama bujang? Pa Amat?
Bujang               : Ma… (terputus oleh suara pa Amat)
Pa Amat            : Kami makan di sana pa Ilham, sekalian ada yang ingin aku bicarakan sama Bujang
Pa Ilham            : Serius bener mat hahaha. Aku duluan ya?
Bujang               : Dasar pengacau suasana!!!
Pa Amat            : Ayo, ini lebih penting dari kisah cintamu itu!!
Bujang               : Iya.. Iyaaa
PA AMAT DAN BUJANG MENINGGALKAN PANGGUNG. TERSISA PA ILHAM DAN MIRA DI PONDOKAN SAWAH. MIRA MENYIAPKAN MAKANAN.
Mira                   : Besok Mira libur sekolah pa.. Persiapan ujian.
Pa Ilham            : Mau ujian kok malah libur?
Mira                   : Iya… kan kami harus mempersiapkan diri sebelum ujian dimulai katanya.
Pa Ilham            : Waktunya bisa kamu pakai buat belajar di rumah supaya waktu ujian nanti kamu sudah siap.
Mira                   : Mira mau bantu-bantu bapak di sawah saja.
Pa Ilham            : Tapi kamu kan harus….
Mira                  : Mira kan bisa sambil belajar di sini.
Pa Ilham            : Ya sudah kalau kamu mau… tapi tetap belajar yang mesti dipentingkan. Kamu harus jadi orang pintar mir!
Mira                   : Siap komandan!!!
Pa Ilham            : Kamu ini…. Rumah sudah kamu bersihkan Mira?
Mira                   : Habis ini Mira pulang baru beres-beres pa, sekalian piring-piring ini juga.
Pa Ilham            : (menghabiskan makanan)
Mira                  : Kalau sudah selesai bapak langsung pulang kerumah ya pa! bapak belum sembuh bener, harus banyak istirahat! (memberaskan bekas makan)
Pa Ilham            : Iyaa… kamu ini sudah seperti dokter-dokter di rumah sakit saja hahaa
Mira                  : hahaaa… Mira pulang dulu pa?
MIRA MENINGGALKAN PANGGUNG. PA ILHAM MELANJUTKAN MENANAM PADI. BUJANG DAN PA AMAT MEMASUKI PANGGUNG.
Pa Ilham            : kusut benar mukamu, jang. Seperti orang habis ketimpa masalah berat.
Bujang               : (melirik Pa Amat) 
Pa Ilham            : Yasudah... lebih baik kamu lanjutkan pekerjaanmu itu, nanti tidak selesai-selesai.
Pa Amat            : Pa Ilham sudah tahu tentang kabar perumahan itu, pa?
Pa Ilham            : oohh... kabar itu yang tadi kalian bicarakan?
Pa Amat            : Kabar tersebut sudah menjadi pembicaraan hangat di kampung pa..
Bujang               : Kalau misalkan perumahan itu dibangun disini… saya akan jadi orang terdepen untuk menolak pembangun tersebut. “Walaupun dengan darah dan air mata!!!”
Pa Amat            : Memang kau berani bujang?
Bujang               : Eh… pa Amat jangan meremehkan saya!!!  Enak saja mereka mau mengganti ladang ini dengan rumah-rumah perusak itu!!!
Pa Amat            : Katanya mereka berani membelinya dengan harga yang mahal lho…..
Bujang               : Ini bukan masalah uang pa!! Ini masalah masa depan para petani seperti kita ini!!!! Atau jangan-jangan pa Amat berniat untuk menjual tanah kepada mereka?? (menyelidik)
Pa Amat            : Ehh… aku hanya menguji keberanianmu yang membara-bara itu!!! Sekarang ini kalau masalah duit semua orang pada menjadi buta!!!
Bujang               : Saya tidak akan gentar pa!! (menepuk-nepuk dada) Tapi bagaimana kalau mereka berhasil mendapatkannya?? Bagaimana jika tanah ini tidak lagi menjadi ladang padi? Lalu berapa tahun kemudian hanya ada rumah-rumah besar yang padat? Yang berisik?... Oh Tuhan… aku tidak sanggup menghadapinya….
Pa Amat            : Huusysyyyy….
Pa Ilham            : yang belum terjadi tak usah terlalu dihawatirkan bujang!! Padi ini sudah menjadi bagian hidup para petani…. Berdoa saja hayalanmu itu tidak terjadi..
Pa Amat            : Sebaiknya kau selesaikan pekerjaanmu itu saja bujang daripada kau menghayal yang tidak-tidak!!
Bujang               : Tapi,,, bagaimana jika itu benar-benar terjadi pa Ilham?? Bapak tau sendiri terlalu banyak kenangan di ladang ini…
Pa Ilham            : (terdiam)
Pa Amat            : (menimpuk bujang)
Bujang               : (tersadar) Ehh… Maaf.. Maaf …
Pa Amat            : Kau ini memang terlalu banyak bicara Jang!!!
Pa Ilham            : (mencoba menenangkan diri) Kau tidak mau melanjutkan kuliahmu Bujang? Kamu ini masih muda, masih punya masa depan yang cerah.
Pa Amat            : si bujang ini memang anak yang bodoh pa, makanya sulit pelajaran itu masuk di kepala nya. Waktu masih sekolah biasanya saja sering bolos, sudah sering saya berpura-pura jadi orang tuanya disuruh menemui gurunya di sekolah. Sampai hafal saya kelakuannya di sekolah.
Bujang               : (hanya diam)
Pa Amat            : Memang dia ini cocoknya jadi buruh tani saja... cita-citanya itu sudah mentok jadi petani. Iyakan bujang?
Bujang               : (hanya diam)
Pa Ilham            : Tiba-tiba menjadi pendiam kau bujang?
Pa Amat            : Kalau orang tua bicara itu dijawab jangan diam saja!
Bujang               : Bicara terus salah, diam juga salah!! Dasar orang tua!!
Pa Ilham            : (tersenyum)
Pa Amat            : Kamu lebih baik banyak bicara ternyata jang, dari pada diam saja malah jadi seperti tidak ada orang.
Bujang               : Maksudnya?
Pa Amat            : Ya kamu gelap, ditambah pendiam, seperti kayu pembatas lahan hahahaaa
Bujang               : Tidak lucu!!!
Pa Ilham            : Sudah.. sudah... Jadi kenapa kamu tidak melanjutkan kuliah mu itu bujang?
Bujang               : Biaya nya mahal pa, mana ibu sedang sakit-sakitan di rumah. Aku juga tidak terlalu pintar, jadi sia-sia saja bayar mahal tapi tetap bodoh.
Pa Ilham            : Setidaknya kan ada yang kamu dapat di masa-masa kuliahmu. Tapi yasudah lah, saya cuma mau bertanya. Bagaimana sekarang kondisi ibumu?
Bujang               : Ya begitulah pa, masih sakit-sakitan. Tapi sekarang sudah agak mendingan.
Pa Amat            : Sudah sore pa Ilham, aku pulang duluan ya pa?
                            Mau pulang bareng pa?
Bujang               : Tunggu aku pa!
Pa Amat            : Pa Ilham?
Pa Ilham            : Kalian duluan saja..
Bujang               : Aku duluan pa Ilham.... eh, pa mertua jangan terlalu lama pulang nya
Pa Amat            : (menimpuk bujang)
BUJANG DAN PA AMAT MENINGGALKAN PANGGUNG. HARI SEMAKIN SORE, PA ILHAM BERSIAP UNTUK PULANG KERUMAH. DI PONDOKAN SAWAH PA ILHAM MEMANDANGI LADANG PADI, MATANYA SEPERTI MENERAWANG JAUH DAN MENIMBANG-NIMBANG SESUATU. LALU PERGI MENINGGALKAN PANGGUNG.
BLACK OUT.
ADEGAN II
LAMPU FADE IN. PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA PERSAWAHAN DI WAKTU PAGI.  PA ILHAM BERSAMA MIRA MEMASUKI PANGGUNG. MUSIK MENGALUNKAN IRAMA PERSAWAHAN. TIDAK LAMA BUJANG MEMASUKI PANGGUNG.
Bujang               : Eh ada Mira..
Mira                   : Iya bang Bujang. (tersenyum)
Bujang               : (berdiri terdiam memandangi Mira)
Pa Ilham            : ehm.. kau ke sini tidak hanya untuk berdiri seperti patung seperti itu saja kan Bujang?
Bujang               : ehh…. Hehee… naluri lelaki pa
Mira                   : (Tertawa)
Bujang               : Iya.. iyaa.. maaf pa.
Pa Ilham            : Mana Amat Bujang?
Bujang               : ehh… tidak ke ladang pa, katanya ada acara keluarga di kampung sebelah.
Pa Ilham            : Kamu tidak ikut?
Bujang               : Maksudnya?
Pa Ilham            : Kan biasanya kamu yang paling suka kalau ada acara syukuran, biar bisa makan gratis.
Bujang               : Hehee.. (malu-malu)
Pa Ilham            : (batuk-batuk)
Mira                  : Bapak sakit lagi?
Pa Ilham            : Bapak tidak apa-apa Mir.
Mira                  : Kalau sakit, bapa istirahat saja dulu.
Pa Ilham            : Malah bapa jadi sakit kalau cuman duduk-duduk saja
Mira                   : Jangan lupa diminum obatnya.
Bujang               : Siap bu dokter (berbisik)
Pa Ilham            : Kamu sakit apa bujang??
Bujang               : ehh… tidak apa-apa pa. heheee
Pa Ilham            : (Batuknya semakin mengeras)
Bujang               : Mira benar pa, sebaiknya pa Ilham istirahat.
Pa Ilham            : Tidak apa-apa… (batuk-batuk, tubuhnya terjatuh)
Mira                   : Bapak!!
Bujang               : Pa Ilham!!! (menggendong ke pondok) mana obat nya mir?
Mira                  : Ini bang.. (meminumkan obat) sudah Mira bilang tidak usah ke ladang dulu!!!
Pa Ilham            : Bapak baik-baik saja mir, cuman pusing sedikit saja..
Mira                   : Baik-baik saja bagaimana…
Pa Ilham            : Bapak sudah tidak apa-apa… terima kasih Bujang..
Bujang               : (menatap pa Ilham lalu melamun)
Mira                  : Bang Bujang kenapa?
Bujang               : ehh… tidak apa-apa mir.
Mira                   : Kok melamun begitu?
Pa Ilham            : Bapakmu bujang?
Bujang               : Hanya teringat saja pa.
Mira                  : Kenapa dengan bapak bang Bujang?
Pa Ilham            : (menatap Bujang)
Bujang               : Bapakku juga dulu selalu ingin pergi ke ladang, setiap kali datang kesini membuat hatinya merasa tenang. Katanya, “ladang ini adalah hidup para petani, jiwa bagi para petani!! Menjadi seorang petani itu harusnya menjadi seseorang yang kaya. Jiwa petani itu layaknya batang padi yang bijaksana, hatinya seteguh barisan padi menghadap metahari.” Hahaha… dia selalu suka menyebutkan kalimat itu.
Pa Ilham            : Kau anak yang baik Bujang… aku seperti sedang melihat bapakmu. (sesekali batuk)
Mira                   : (memandangi Bujang)
Bujang               : Aku jadi malu kau pandangi begitu, Mir..
Mira                   : Ehhh… aku baru tau cerita tentang bapaknya bang Bujang.
Bujang               : Makanya aku tidak akan menjual tanah ini. Karena tanahku paling depan, jadi tidak perlu di cemaskan soal perumahan itu… Kepala desa katanya juga tidak mengizinkan adanya pembangunan itu.
Pa Ilham            : (tersenyum)
Mira                  : Sebaiknya kita makan siang dulu…. Bang Bujang sekalian makan di sini saja bang?
Bujang               : Mana bisa aku menolak makan denganmu Mir (berbisik)
Pa Ilham            : Ehmm…
Mira                   : Kenapa bang?
Bujang               : Hahaaa, tidak apa-apa… tidak penting Mir.
Mira                   : Ya sudah… ini bang (menyodorkan makanan)
Pa Ilham            : Kamu sudah siap untuk ujian nanti Mir? Jangan sampai urusan ini mengganggu sekolahmu.
Mira                  : Iya pa… Mira kan sudah belajar tadi malam.
Pa Ilham            : Nanti kamu mau kuliah dimana Mir?? (sesekali batuk)
Mira                   : Belum tau pa…
Bujang               : Orang pintar seperti kamu ini harus sekolah yang tinggi Mir. Kalau aku pintar sepertimu juga pasti akan melanjutkan kuliahku. Yaaaa tapi karena aku ini bodoh, sia-sia saja sekolah tinggi. Hahahahaa
Pa Ilham            : Tidak ada orang yang bodoh Bujang!
Bujang               : Kata pa Amat juga bilang…
Pa Ilham            : Bilang kalau kamu bodoh?
Bujang               : Iyaa…
Mira                   : Mungkin abang hanya kurang pandai dalam bidang akademik… siapa tau abang pandai dalam hal yang lain.
Bujang               : Iya dalam hal menanam sampai memanen padi hahahahaa
Pa Ilham            : di bilangin malah ngeyel…
Bujang               : Sebenarnya bukan hanya itu…. Aku tidak bisa bayar biaya kuliah yang terlalu mahal itu… lebih baik uangnya buat ibu berobat.
Pa Ilham            : (terdiam sejenak memandangi padi) Kalian tahu padi-padi ini sangat penting bagi sebagian petani? Bukan hanya tentang padi-padi ini menjadi mata pencaharian warga di sini. Sebagian orang memandang sawah ini adalah kenangan mereka, teman mereka, tempat mereka menenangkan hati yang gelisah. Padi-padi itu adalah kekuatan bagi sebagian petani. Seperti bapak yang merasa dekat dengan ibumu Mir. Memandang sawah ini, bapak selalu ingat wajah ibumu, mengingat senyum lembutnya. (menarik nafas)
Mira dan bujang  : (menatap kesedihan pa Ilham)
Pa Ilham            : Padi-padi ini juga banyak mengajarkan betapa hidup itu begitu indah, begitu bijaksana. Hanya bagaimana kita mampu untuk ikhlas menerima segala rintangannya. Seperti bapakmu dulu juga Bujang… dia menerima segala kehidupan yang dijalaninya, memilih ibumu untuk menerima pilihan bahwa dia harus meninggalkan jauh kampung halamannya. Harus menerima kenyataan bahwa dia tak bisa menemui kakekmu di waktu-waktu terakhirnya karena tak memiliki uang yang cukup. Aku begitu mengenal bapakmu. Dia selalu datang ke sini untuk meneguhkan hatinya, menenangkan batinnya. Bahwa kita harus selalu tegar,bahwa hidup bukan seberapa hebat kita, tapi seberapa kita mampu untuk terus melangkah maju.
Bujang               : Bapak memang orang yang tegar…. (menangis)
Pa Ilham            : Kau anaknya Bujang….
Bujang               :  (tertunduk)
Pa Ilham            : Tapi padi-padi ini tak bisa berjuang sendiri…
Mira                   : Maksud bapak?
Pa Ilham            : (tersenyum) nanti kau akan tahu sendiri maksudnya.
TIBA-TIBA PA AMAT DATANG TERBURU-BURU. SAMBIL BERTERIAK DARI KEJAUHAN.
Pa Amat            : Bujang!!!.. Bujang!!!! Ibumuu Bujang!!!! (tersengal)
Bujang               : Ibu??? Ada apa dengan ibu pa??
Pa Amat            : Ibumu bujang… ibumu…. (tersengal)
Pa Ilham            : Kau tenang dulu mat!!!
Pa Amat            : Ibumu pingsan… teriak-teriak dirumah… tetangga sebelah… ibumu tak sadarkan diri!!!
Bujang               : Ibu?????? (langsung berlari meninggalkan)
Pa Amat            : Bujang!!! (mengejar Bujang)
Pa Ilham            : Ayo Mir kita juga harus ke sana!!
Mira                   : (mengikuti pa Ilham)
(BLACK OUT)
ADEGAN III
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA PAGI HARI. PA ILHAM SENDIRI DI LADANG. BERBICARA SEPERTI BERSAMA ISTRINYA. TERDENGAR LAMAT-LAMAT SUARA PA ILHAM MENYANYIKAN LAGU TERLIHAT SANGAT KHUSYU’ SEPERTI MERASAKAN KENANGAN-KENANGAN YANG MAMPIR DI HATINYA. SESEKALI BATUK.
TIBA-TIBA BUJANG MEMASUKI PANGGUNG.
Pa Ilham            : Bujang? Kau tidak di rumah sakit?
Bujang               : (duduk di pondokan)
Pa Ilham            : (menghampiri bujang) kau kelihatan tidak sedang ingin menanam padi bujang?
Bujang               : (taku-takut memandangi pa Ilham)
Pa Ilham            : Bicara saja bujang…
Bujang               : Ibu harus di operasi pa. Kata dokter terdapat tumor di bagian hatinya. Harus segera di angkat. (tertunduk)
Pa Ilham            : Kalau begitu ibumu benar-benar harus dioperasi bujang!
Bujang               : Iya pa… tapi biayanya sangat mahal…
Pa Ilham            : (terdiam)
Bujang               : Tadi orang yang ingin membeli tanah ini menemuiku, dia menawarkan ingin membeli tanah ini, dan uang nya cukup untuk biaya operasi ibu.
Pa Ilham            : Tanah itu milikmu, jadi terserah kau jika ingin menjualnya Bujang.
Bujang               : (Terdiam lagi)
Pa Ilham            : Kau tak perlu memikirkan orang tua ini Bujang (tersenyum)
Bujang               : Selain itu… (tersendat) selain itu dia juga menawarkanku pekerjaan untuk mendapat uang tambahan buat menebus segala keperluan obat dan untuk terapi kesehatan ibu.
Pa Ilham            : (terdiam) baguslah… tapi kenapa kamu malah tidak terlihat senang?
Bujang               : Maukah …… maukah pa Ilham menjual tanah milik bapak?
Pa Ilham            : Maksudmu?
Bujang               : Aku mohon pa? bapak satu-satunya orang yang bisa menolong ibu… Ibu satu-satunya orang yang kupunya pa. (menangis)
Pa Ilham            : (terdiam sejenak) … Maafkan bapak Bujang..
Bujang               : Aku mohon pa…. Aku mohooonnn (berlutut)
Pa Ilham            : Jangan memaksaku Bujang…
Bujang               : Apapun akan kulakukan untuk pa Ilham, asalkan bapak mau menolong ibu…
Pa Ilham            : Aku sebenarnya ingin menolongmu… Tapi…
Bujang               : Aku tidak ingin kehilangan ibu lagi pa….
Pa Ilham            : Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini bujang!!! Kau tak mengerti!!!
Bujang               : (lunglai) yaaa… aku memang tidak mengerti… aku ini memang bodoh… hanya orang miskin yang terlalu takut kehilangan ibunya…. Aku hanya anak yang tak mampu menjalankan petuah almarhum bapaknya…. Aku hanya anak yang telah mengecewakan orang tuanya… (menangis)
Pa Ilham            : (terdiam)
Bujang               : Aku hanya ingin ibu sembuh pa…..
Pa Ilham            : (tetap diam)
Bujang               : Baiklah…. Kalau memang bapak tidak mau menolongku… (melangkah gontai keluar panggung)
Pa Ilham            : Bujang!!! ….. Maafkan bapak bujang (pelan terdengar suaranya)
PA ILHAM DUDUK DI PONDOKAN SAWAH. TAMPAK HATINYA BERSEDIH. MATANYA MENERAWANG JAUH KE MASA SILAM. TENTANG JANJI KEPADA ISTRINYA. LALU MIRA DATANG.
Mira                  : (memeluk pa Ilham) Bujang hanya bingung pa tentang kondisi ibunya…
Pa Ilham            : (menatap dan memeluk Mira)
Mira                   : Mira ingin bekerja saja pa… sudah cukup bapak bekerja keras… kalau memang tanah ini di jual kita bisa mencari jalan lain. Mira bisa bekerja. Uang hasil penjualan tanah ini bisa kita belikan tanah yang lain.
Pa Ilham            : Kau harus sekolah Mir.. itu permintaan almarhum ibumu… (menangis sesekali batuk) dia ingin sekali melihatmu sekolah tinggi, jadi sarjana, dan mampu menjaga sesuatu yang mesti dijaga..
Mira                   : Kalau begitu Mira bisa bekerja sambil melanjutkan sekolah seperti yang diinginkan ibu.. tapi bang bujang perlu bantuan kita pa….
Pa Ilham            : Sulit untuk bapak meninggalkan tempat ini Mir…. Hanya tempat ini yang dapat membuat bapak terasa begitu dekat dengan ibumu…. ketika bapak menunggu ibumu disini, ketika bapak meminang ibumu, ketika kami kehilangan almarhum kakakmu di sini. (menangis)
Mira                   : (memeluk pa Ilham) Bagaimana jika ibu ada di sini ya pa?
Pa Ilham            : (bernyanyi lagu kesukaannya, terasa hatinya semakin sesak) ….. Sebaiknya kau temui Bujang… dia perlu seseorang untuk bercerita….
Mira                   : Tapi….
Pa Ilham            : Bapak pengen menenangkan diri dulu di sini bersama ibumu… kau lekas temui si Bujang.
Mira                   : (ragu-ragu meninggalkan panggung)
Pa Ilham            : Hidup terasa begitu pelik ya bu, begitu sulit mempertahankan hati. Kadang kita ragu-ragu dalam melangkah…. (bernyanyi lagi hingga tertidur).
TIBA-TIBA PA ILHAM TERBANGUN DARI TIDURNYA.
Pa Ilham            : Ibu!!!!
BLACK OUT
ADEGAN IV
PANGGUNG MENGGAMBARKAN PROSES PENJUALAN TANAH. TERLIHAT PENGUKURAN TANAH TERJADI DI LADANG. PA ILHAM, MIRA DUDUK DI PONDOKAN. BUJANG DAN PA AMAT SEDANG MENGUKUR TANAH YANG INGIN DI JUAL.
Mira                  : (Memeluk pa Ilham) Mira ingin bertemu ibu pak…
Pa Ilham            : Kau anak yang baik Mira… Ibu pasti bangga denganmu…
Mira                   : Ceritakan lagi bagaimana ibu waktu itu, ketika mau melahirkanku pa!
Pa Ilham            : Ibumu sedang duduk di pondokan ini.. bapak hanya memandangi ibumu dari ladang… ibumu terlihat begitu cantik sekali… tiba-tiba ibumu berteriak… bapak begitu terkejut melihat darah yang mengalir di kaki ibumu…. bapak seperti orang yang paling kuat di dunia mengangkat ibumu menuju rumah terdekat… dan pa Amat lah waktu itu yang memanggilkan dukun beranak…..(matanya menerawang dan tersenyum) waktu itu wajah ibumu…. (tersendat) waktu melihat kau begitu lucu….. (tersendat lagi)… wajahnya seperti bercahaya… ketika itulah dia menyampaikan permintaannya…. Lalu … (bibirnya bergetar)…ibumu menghembuskan nafas terakhirnya… (menangis sesekali batuk)
Mira                   : Mira akan penuhi permintaan ibu pa….
Pa Ilham            : Kau mirip sekali dengan ibumu nak… (tubuhnya melemah dan terjatuh)
Mira                   : Bapak???? Tolongg!!! Pa? bapak kenapa??
Bujang               : Pa Ilham?? (berlari) Kenapa pa Ilham Mir?
Mira                   : Tidak tau bang… tiba-tiba saja terjatuh (menagis)
Pa Amat            : Pa Ilham?? Pa ??? Bujang siapkan motormu kita bawa pa Ilham ke rumah sakit!!!
Bujang               : eehhh… ehhhhh….
Pa Amat            : cepat Bujang!!!!!
Bujang               : ehhh.. iyaa pa.. iyaaaaa… (berlari)
Pa Ilham            : Mira…. Anakku…
Mira                  : Iya pa… sudah.. bapak jangan bicara dulu…
Pa Ilham            : Ti…dak us..ah.. ke ru..mah.. sak..it
Mira                   : Bapak harus di bawa ke rumah sakit!! (terisak)
Pa Ilham            : Tidak usah… ada yang ingin bapak sampaikan padamu….
Mira                   : (menangis)
Pa Ilham            : Kau harus melanjutkan sekolahmu nak… jadi anak yang pintar….
Mira                  : Iya pak…
Pa Ilham            : Padi-padi ini tak bisa berjuang sendiri…
Mira                  : (menangis)
Pa Ilham            : Bapak dan Ibu bangga padamu….
                          : Ibu mu terlihat cantik sekarang nak.. sama seperti kamu….
                          : (mengusap air mata Mira) Jangan menangis… (menghembuskan nafas terakhir)
Mira                  : Bapaaaaaakkkkkk!!!!!!!!! Bangun pa!! Banguuunn!!!  (menangis)
Pa Amat            : (memandang prihatin)
BUJANG MEMASUKI PANGGUNG
Bujang               : Ada apa?? Mira?? Pa Amat?
Pa Amat            : Pa Ilham….
Bujang               : Pa Ilham kenapa pa? (mendesak)
Pa Amat            : Pa Ilham meninggal bujang….
Bujang               : (gontai mendekati pa Ilham) pa Ilham?? pa?? bangun pa?? Maafkan aku pa… Maafkan aku…. (mendekati Mira) maafkan aku Mir… tak seharusnya aku….
Mira                   : Abang…. (terisak)
Bujang               : yang sabar Mira (menangis).

MUSIK MENGALUN SEDIH.
BLACK OUT.
(ENDING)

Banjarmasin, 22 November 2017